PERUMAHAN

Program Tapera Dikritik, Istana Membela dengan Alasan untuk Rakyat

Ekonomi-Bisnis | Minggu, 07 Juni 2020 - 17:30 WIB

Program Tapera Dikritik, Istana Membela dengan Alasan untuk Rakyat

JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Kebijakan pemerintah untuk mendorong pemenuhan kebutuhan papan bagi para pekerja melalui Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) menuai kritik. Melalui payung hukum tersebut, gaji dari seluruh pekerja, baik PNS, BUMN maupun swasta akan dipotong.

Juru bicara Presiden Fadjroel Rachman menegaskan, kebijakan tersebut untuk memberikan pemenuhan kepada masyarakat untuk bisa mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat. Hal ini sebagaimana tertuang di dalam UU Nomor 4 Tahun 2016.


“Tapera merupakan sistem pemenuhan kebutuhan papan yang memberi mekanisme kemudahan proses dan solusi atas permasalahan pembiayaan perumahan, serta sekaligus perlindungan dan penyediaan pembiayaan perumahan yang murah bagi masyarakat berpenghasilan rendah,” kata Fadjroel dalam keterangannya, Ahad (7/6).

Melalui PP 25/2020 tentang Tapera, setiap pekerja akan dibebankan iuran 3 persen dari gaji. Sebanyak 2,5 persen ditanggung karyawan dan 0,5 persen ditanggung pemberi kerja.

Fadjroel mengklaim, selama ini upaya rakyat memenuhi kebutuhan dasar dalam bentuk papan atau rumah masih belum mendapatkan dua hal penting tersebut, yaitu mekanisme kemudahan dan perlindungan.

Menurutnya, kerumitan tersebut bisa dilihat dari banyak kasus, khususnya pekerja, harus mengurus berbagai persyaratan rumit dan tidak mudah bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Pada sisi lain, risiko kehilangan dana juga besar akibat kasus-kasus bisnis perumahan yang tidak terkontrol validitasnya.

Oleh karena itu, kata Fadjroel, Presiden Joko Widodo (Jokowi) berupaya membentuk sistem yang memberi mekanisme kemudahan dan perlindungan bagi para pekerja, terkait pemenuhan kebutuhan papan melalui Tapera.

“Mekanisme kemudahan karena para pekerja dalam proses pemenuhan kebutuhan papan hanya tinggal mengikut alur aturan tanpa persyaratan-persyaratan rumit yang tidak bisa dikontrol,” bebernya.

Fadjroel meyakini, proses masyarakat untuk mendapat rumah akan lebih mudah karena tinggal mengikuti alur yang ada. Kemudian, pemberi kerja juga diberi tanggung jawab untuk membantu pekerja mereka mendapatkan rumah.

Selain itu, aspek perlindungan juga jadi prioritas. Salah satu bentuknya adalah pemberian nomor identitas kepada peserta. Nomor ini berfungsi sebagai bukti kepesertaan, pencatatan administrasi, simpanan, dan akses informasi Tapera.

“Kebijakan ini merupakan manifestasi komitmen Presiden Joko Widodo untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia Indonesia, yaitu kebutuhan papan, sekaligus menuntaskan kewajiban konstitusional,” klaim Fadjroel.

Sebelumnya, Ketua Umum Apindo Hariyadi Sukamdani mengatakan, program Tapera sangat berpotensi menambah beban pekerja dan pemberi kerja.

“Dari awal kita sudah keberatan. Apalagi itu kan awalnya hanya untuk PNS, tapi sekarang semua wajib iuran, termasuk swasta,” tuturnya.

Hariyadi menilai program tersebut cenderung tidak efektif. Dia mencontohkan, jika pekerja yang bersangkutan sudah memiliki rumah, kewajiban iurannya menjadi tidak efisien.

“Kan tujuan awalnya untuk membantu yang belum punya rumah. Lantas, jika sudah punya rumah, masak iya harus ikut membayar iuran?” urainya.

Apindo menyebutkan bahwa peran BP Tapera dalam memfasilitasi pekerja formal untuk memiliki rumah dapat dilaksanakan BPJS Ketenagakerjaan.

“Fasilitas perumahan melalui perbankan yang disediakan di BPJS Ketenagakerjaan belum sepenuhnya dimanfaatkan peserta,” tukasnya.

 

Sumber: Jawapos.com

Editor: E Sulaiman









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook