BANGKINANG (RP) - Sekitar 700-an warga Desa Gunung Sahilan, Kecamatan Gunung Sahilan, Kabupaten Kampar bentrok dengan karyawan dan satpam PT RAPP Tesso Timur.
Tidak ada korban jiwa pada peristiwa tersebut. Tetapi, sedikitnya 15 orang warga dan 14 karyawan PT RAPP mengalami luka-luka dan 73 sepeda motor warga rusak ditabrak dan digilas alat berat.
Informasi dihimpun Riau Pos, di lokasi bentrok di areal B-08, Selasa (7/3) sekitar pukul 11.00 WIB.
Aksi demonstrasi yang dimulai pukul 08.00 WIB, diawali tuntutan warga kepada RAPP untuk membuat kebun masyarakat seluas 2.000 hektare untuk 1.000 kepala keluarga (KK) yang belum terwujud.
Untuk mendukung aksi itu, ratusan warga mendatangi kawasan perkebunan, di Dusun Kaumang, Desa Gunung Sahilan, Kecamatan Gunung Sahilan. Mereka langsung menghentikan aktivitas pekerja yang sedang menanam akasia.
Pada saat itu sempat terjadi perang mulut antara warga dengan perwakilan perusahaan.
Di tengah suasana panas dan di bawah penjagaan pihak kepolisian, suasana sempat terkendali, dan kedua belah pihak sepakat untuk membubarkan diri.
Namun tiba-tiba entah dari mana datangnya sebatang kayu melayang dan mengenai para pekerja PT RAPP. Spontan, suasana kembali ricuh, aksi saling dorong pun tak dapat dihindarkan.
Diwaktu bersamaan alat berat jenis skidder perusahaan mengejar warga dan menggilas kendaraan yang ada di sekitar bentrok, hingga menimbulkan kerusakan 73 sepeda motor —versi warga 78 sepeda motor rusak.
Kapolres Kampar AKBP Trio Santoso SH SIk didampingi Kapolsek Kamparkiri Kompol Azwar mengakui persitiwa bentrok warga dengan karyawan PT RAPP.
Akibat persitiwa itu, diantara korban ada yang mengalami luka-luka dan kerugian materil berupa kerusakan sepeda motor sebanyak 73 unit akibat di gilas alat berat.
Selain itu, katanya, 15 orang korban mengalami luka memar akibat pukulan dan terkena lemparan batu.
Korban dari warga Desa Gunung Sahilan yaitu Kisan, Rizon, Azwar, Een, Nur Aziza, Iyal Sorim, Warni, Erni, Sudarni, Ronal Usman, Ujang Rusli, Pijai, Hendra, Ipet dan Rino Ronaldi.
‘’Saat ini, semua masyarakat sudah pulang ke rumah masing-masing,’ ujar Kompol Azwar kepada Riau Pos.
Sedangkan dari pekerja PT RAPP sebanyak 14 orang mengalami luka memar. Ada pun korbannya adalah Anggiat sihombing, Roberto Sitompul, Andre Firmansyah, Hino A Nababan, Ricardo, Sudiono, Duhu Zebua, Yudi, Rustan Napitupulu, Supriadi, Hermanto, Afrizal dan Herman Gultom.
‘’Pasca bentrok, tidak ada korban jiwa, sedangkan kendaraan milik warga yang rusak sedang didata dan diiventarisir di kantor Kepala Desa Gunung Sahilan sambil menunggu perundingan kompensasi dari PT RAPP,’’ jelasnya.
Ditambahkan Kapolres, untuk mencegah aksi lebih lanjut, pihaknya berusaha melakukan mediasi dengan para tokoh masyarakat agar tidak terprovokasi melakukan tindakan anarkis. Trio juga meminta pihak petugas pengamanan PT RAPP mampu menahan diri. Masalah bentrok ini akan terus didalami untuk mengatahui motif dibalik aksi.
Bupati Kampar H Jefry Noer ketika dihubungi melalui telepon selulernya menyamapkan keprihatinan atas peristiwa bentrok tersebut. Jefry meminta kedua belah pihak menahan diri, agar jangan sampai terulang lagi bentrok serupa.
Bupati juga memerintahkan camat segera membuat laporan tertulis dan Bupati berencana mengundang kedua belah pihak untuk sama-sama mencari jalan penyelesaian.
‘’Jangan ada yang terprovokasi, nanti akan kita bahas lebih lanjut dalam musyawarah untuk mencari penyelesaian masalah ini,’’ kata Jefry.
Kepala Desa Gunung Sahilan Syofyah yang didampingi Sekdes Amyur dan Kepala Desa Sahilan Darussalam Busman WH kepada Riau Pos menjelaskan, peristiwa ini dipicu dari sikap perusahaan yang melanggar kesepakatan.
Dalam kesepakatan dan perundingan yang sebelumnya dilaksanakan, Kamis (2/3) lalu, perusahaan dan warga sepakat sebelum ada kejelasan dan putusan, lahan seluas 2.000 hektare yang disengketakan, di-statusquo-kan. Tapi kenyataannya, kesepakatan itu dilanggar.
Syofyah mengakui, kalau lahan 2.000 hektare itu masuk HTI PT RAPP. Tapi, lahan tersebut milik masyarakat Kenegerian Gunung Sahilan. Bahkan, kawasan asal usul Kenegerian Gunung Sahilan sejak dahulu.
‘’Lahan itu lahan kami, karena itu kami minta perusahaan mengeluarkannya dari HTI,’’ ujar Syofyah yang diakui benarkan Busman kepada Desa Sahilan Darussalam.
Disebutkan, lahan 2.000 hektare yang dituntut warga akan dimanfaatkan untuk tanaman rakyat seperti pembangunan kebun untuk 1.000 KK di kenegerian ini.
Menurut Busman, masalah ini tidak ada kaitannya dengan kebun kelapa sawit KKPA yang dibangun perusahaan 2.500 hektare, meski belum seluruhnya dibangun.
Menurut Busman, awalnya warga tidak melakukan aksi apa pun. Mereka hanya minta kepastian soal kepastian pelepasan lahan dan mengapa ada aktivitas di lahan yang di-statusquo-kan.
Emosi warga tersulut ketika perusahaan dengan menggunakan alat beratnya menggeledor pondok milik warga dilokasi, mencabut tanaman karet dan menggantinya dengan tanaman akasia.
Spontan warga marah, hingga terjadi bentrokan saling lempar. Dua alat berat perusahaan pun menyerang warga, melindas sepeda motor warga, memukul dengan kayu, besi dan tombak hingga rusak. Warga akhirnya lari menyelamatkan diri.
‘’Kalau kami tidak lari, entah apa yang akan terjadi. Kedua belah pihak sudah berhadapan dengan senjata tajam,’’ timpal Syofyah lagi.
Syofyah menyebutkan, kalau saat sekarang pihaknya tetap siap melakukan perundingan dengan difasilitasi Polsek Kampar Kiri. Dalam waktu dekat akan dilakukan perundingan dengan tempat yang netral.
Tuntutan warga, meminta perusahaan mengeluarkan lahan seluas 2.000 hektare dan mengganti atau memperbaiki sepeda motor milik warga yang rusak parah akibat insiden itu.
Pasca insiden ini, Syofyah maupun Busman mengimbau warganya untuk diam dan menunggu hasil perundingan yang dilakukan dalam waktu dekat ini.
Hendra, salah seorang korban insiden yang ditemui Riau Pos menceritakan, kejadian itu berlangsung cepat. Menurutnya, warga terpancing satpam perusahaan yang melakukan aksi merubuhkan pondok warga. Ia sendiri saat itu mendadak sudah dikepung sekitar 20 orang satpam dan karyawan.
Menangkap, memukul secara beramai-ramai. Untungnya, di tengah situasi yang kalut tersebut, ada warga yang melihatnya dan membantunya, sehingga berhasil keluar dari kepungan.
Namun bagian kening Hendra mengalami luka robek dan mendapatkan empat jahitan. Hendra memperlihatkan luka memar yang ada di bagian punggungnya akibat dikeroyok.
Warga desa sepakat, minta persoalan ini segera diselesaikan dan status lahan yang disengketakan ada kejelasannya.
Corporate Communications PT Riau Andalan Pulp and Paper, Pamungkas Trishadiatmoko kepada Riau Pos menegaskan, pihaknya prihatin dan menyesalkan terjadinya bentrokan tersebut. Menurutnya, RAPP berharap semua pihak dapat saling menahan diri, dan pihak berwajib dapat segera menyelesaikan masalah ini.
Pamungkas lebih lanjut menjelaskan, seminggu sebelum terjadinya bentrok, tepatnya Kamis (1/3) lalu, RAPP telah menghadiri pertemuan dengan masyarakat Desa Gunung Sahilan dan Sahilan Darussalam, Kecamatan Gunung Sahilan, Kabupaten Kampar yang digagas oleh Upika Kecamatan Gunung Sahilan.
Pertemuan itu membahas tuntutan masyarakat kepada RAPP terkait penyediaan lahan perkebunan masyarakat seluas 2.000 hektare yang akan diperuntukkan untuk kebun bagi 1.000 kepala keluarga.
Pada pertemuan tersebut, dihadiri Kapolsek Kampar Kiri, Perwakilan Camat, Danramil Kampar Kiri, Kepala Desa Gunung Sahilan dan Sahilan Darussalam, perwakilan masyarakat dan perwakilan Manajemen RAPP.
Disebutkan Pamungkas, saat pertemuan itu RAPP telah menyampaikan, bahwa perusahaan tidak memiliki hak dan kewenangan untuk melepaskan lahan seperti yang dituntut masyarakat.
Pasalnya, lahan konsesi yang dikelola RAPP merupakan tanah milik negara sesuai izin yang diberikan pemerintah melalui Menteri Kehutanan. Dan, RAPP memandang bahwa tuntutan masyarakat tersebut sebaiknya ditujukan kepada pemerintah.
‘’RAPP senantiasa berkomitmen dan terbuka untuk berdialog dengan semua pihak termasuk masyarakat sesuai koridor dan aturan perundangan yang berlaku. Tujuannya adalah menemukan solusi terbaik bagi semua pihak,’’ papar Pamungkas.
Manager SHR Kampar PT RAPP Eddy Yusuf juga ikut menyayangkan kejadian tersebut. Menurutnya, pihak SHR Kampar sudah berusaha mengantisipasi terjadinya aksi ini.
‘’Saat warga datang kami sempat bicara dan mereka sudah damai. Kedua belah pihak sudah sama-sama mundur, namun entah bagaimana tiba-tiba ada kayu melayang ke arah karyawan. Akibatnya, sejumlah karyawan emosi dan akhirnya terjadi perkelahian,’’ ujarnya.
Eddy juga menceritakan, pada rapat tanggal 1 Maret lalu, pihaknya sudah menjelaskan kepada masyarakat.
‘’Karena bagaimanapun kami menumpang di lahan pemerintah dan hanya mendapatkan izin beberapa tahun saja. Jika warga minta ke kami manalah mungkin kami bisa berikan,’’ imbuhnya.
Pada saat rapat itu, pihaknya juga mempersilahkan kepada warga untuk mengajukan permintaan kepada pemerintah. Apabila pemerintah memerintahkan penyerahan lahan kepada warga masyarakat, maka pihaknya akan menyerahkan.
‘’Tentunya kami tidak bisa membiarkannya begitu saja,’’ ujarnya.(why/rdh/cac/ila)