JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Penolakan banyak pihak atas kenaikan harga elpiji nonsubsidi tabung ukuran 12 kilogram (Kg), membuat Pertamina mundur teratur.
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) energi inipun bakal menurunkan kembali harga elpiji yang sudah sempat dinaikkan.
Menteri BUMN Dahlan Iskan mengatakan, pemerintah dan Pertamina sepakat untuk memangkas kenaikan elpiji 12 Kg dari Rp3.959 per Kg menjadi Rp1.000 per Kg.
‘’Awalnya kan harga Rp70.200 per tabung, lalu naik jadi Rp117.708 per tabung. Nah, mulai besok (hari ini, red) turun lagi jadi Rp82.200 per tabung,’’ ujarnya usai rapat konsultasi di Kantor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Senin (6/1).
Sebagaimana diketahui, mulai 1 Januari 2014, Pertamina menaikkan harga elpiji tabung ukuran 12 Kg untuk mengurangi kerugian karena menjual di bawah harga pasar.
Selain itu, dalam beberapa tahun terakhir, BPK juga menyorot praktik jual rugi elpiji 12 Kg oleh Pertamina yang merugikan keuangan BUMN, lalu merekomendasikan kenaikan harga.
Usai rapat konsultasi dengan BPK, Pertamina langsung mengadakan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) di kantornya.
Dirut PT Pertamina Karen Agustiawan mengatakan, dengan kenaikan nett Rp1.000 per Kg dan ditambah dengan pajak, biaya distribusi, margin keuntungan agen, serta biaya pengisian, maka harga Elpiji 12 Kg di tingkat agen akan berkisar antara Rp89.000-120.000 per tabung.
‘’Harga kan berbeda-beda tergantung lokasi,’’ katanya. Untuk itu, lanjut Karen, sesuai dengan mekanisme korporasi, maka Pertamina telah mengajukan revisi Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) 2014 yang menyangkut proyeksi kerugian bisnis elpiji 12 Kg bertambah menjadi sebesar 0,51 miliar dolar AS atau sekitar Rp5,4 triliun dengan asumsi kurs Rp10.500 per dolar AS.
‘’Dengan kondisi tersebut maka proyeksi pertumbuhan profit turun dari 13,17 persen menjadi 5,65 persen,’’ jelasnya.
Dahlan Iskan mengakui, dengan menaikkan harga elpiji 12 Kg menjadi Rp117.708 per tabung pun, Pertamina masih merugi sekitar Rp2 triliun per tahun dari bisnis elpiji nonsubsidi. Karena itu, ketika harga diturunkan lagi, maka kerugian Pertamina akan membesar lagi.
Sementara itu, Ketua BPK Hadi Poernomo mengatakan, dalam pertemuan konsultasi pihak pemerintah kemarin, BPK memperjelas maksud rekomendasi atas Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) kinerja Pertamina terkait bisnis elpiji 12 Kg.
Bunyi lengkap rekomendasi BPK adalah: Menaikkan harga elpiji tabung 12 Kg sesuai biaya perolehan untuk mengurangi kerugian Pertamina, dengan mempertimbangkan harga patokan elpiji, kemampuan daya beli konsumen dalam negeri, dan kesinambungan penyediaan dan pendistribusian.
‘’Jadi, harus mempertimbangkan daya beli konsumen juga,’’ ujarnya usai bertemu Menko Perekonomian Hatta Rajasa, Menteri ESDM Jero Wacik, Menteri BUMN Dahlan Iskan, dan Dirut PT Pertamina Karen Agustiawan kemarin.
Hadi mengakui, dalam pemeriksaan periode 2011 dan 2012, BPK menemukan kerugian yang ditanggung Pertamina dari bisnis elpiji 12 Kg dan 50 Kg periode Januari 2011-Oktober 2012 sebesar Rp7,7 triliun.
Lalu, apakah kerugian tersebut merupakan kerugian negara? Hadi menampiknya. Menurut dia, kerugian Pertamina dari bisnis elpiji adalah kerugian korporasi.
‘’Itu business to business, bukan kerugian negara. Karena itu, berapa besar kenaikan gasnya itu kewenangannya Pertamina,’’ jelasnya.
Menteri ESDM Jero Wacik menambahkan, pemerintah perlu mengevaluasi kenaikan harga elpiji 12 Kg karena terjadi respons besar di masyarakat, terutama perpindahan dari elpiji 12 Kg ke elpiji 3 Kg bersubsidi. ‘’Kami khawatir yang 3 Kg terganggu,’’ katanya.
Sejumlah kementerian dan lembaga terkait segera merespon instruksi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) terkait kenaikan harga elpiji 12 Kg.
Menurut Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi dan Pembangunan Firmanzah, kementerian dan lembaga teknis seperti BUMN dan Pertamina juga telah melakukan RUPS untuk melakukan pengkajian ulang kenaikan tersebut. Hasilnya, kenaikan gas elpiji hanya Rp1.000 per kilogram.
‘’Presiden sudah dapat laporan hasil RUPS atas usulan Pertamina dan disetujui oleh pemegang saham. Dalam hal ini, BUMN telah mengesahkan kenaikan tabung gas elpiji dan merevisinya, yang tadinya kami ketahui sekitar Rp3.500 menjadi Rp1.000 per kilogram,’’ papar Firmanzah di Kompleks Istana Kepresidenan, Senin (6/1).
Menyoal perubahan harga elpiji yang tergolong cepat, Firmanzah menekankan bahwa hal tersebut dilakukan sesuai arahan Presiden.
Sebab, penyesuaian harga epiji tersebut harus mempertimbangkan daya beli masyarakat dan faktor lain, di samping aspek biaya.
‘’Kemarin (Ahad, red) disampaikan oleh Presiden, itu (aspek daya beli masyarakat) juga perlu dipertimbangkan dalam RUPS. Saya rasa revisi dari Rp3.500 menjadi Rp1.000 sudah memperhatikan aspek tersebut,’’ jelasnya.
Untuk menutup selisih kerugian akibat penyesuaian harga , Firmanzah menuturkan Pertamina dipersilahkan untuk mengajukan pengurangan penyetoran deviden. ‘’Tapi tentunya semuanya ada mekanismenya,’’ paparnya.
‘’Di Indonesia Timur, jadi perhatian khusus Presiden. Dan itu sudah dikomunikasikan dengan Kapolri dan Kapolri sudah berikan statement terkait dengan kesiapan untuk mengamankan,’’ imbuhnya.
Lantas, bagaimana dengan agen yang sudah terlanjur membeli Elpiji 12 Kg dengan harga tinggi? Direktur Pemasaran dan Niaga PT Pertamina Hanung Budya mengatakan, perubahan harga mulai 7 Januari pukul 00.00 WIB ini adalah revisi atau peneysuaian, bukan pembatalan. ‘’Jadi, tidak ada pengembalian uang (kepada agen),’’ ujarnya.
Menurut Hanung, sesuai dengan kesepakatan bisnis, maka semua agen harus mematuhi revisi harga ini. Untuk memastikan hal tersebut, Pertamina terus memperketat pengawasan dan memberikan sanksi tegas bagi agen yang melakukan pelanggaran mengenai harga jual maupun tindakan penimbunan.
‘’Agen yang melanggar akan langsung dilakukan pemutusan hubungan usaha,’’ tegasnya.
Sedangkan tarik ulur harga Elpiji 12 Kg sudah terjadi sejak Juni 2011. Saat itu Pertamina berencana menaikkan harga elpiji nonsubsidi karena sudah rugi Rp3,2 triliun pada 2010. Namun Kementerian ESDM meminta Pertamina menunda rencananya. Selanjutnya, Februari 2013 BPK menemukan kerugian Rp7,7 triliun di Pertamina akibat bisnis Elpiji nonsubsidi 12 Kg dan 50 Kg perode Januari 2011-Oktober 2012.
Saat itu BPK merekomendasikan Direksi Pertamina menaikkan harga Elpiji. Kemudian Maret 2013 Pertamina berencana menaikkan harga Elpiji 12 Kg.
Rapat koordinasi di Kemenko Perekonomian meminta Pertamina menunda rencananya (diikuti Menko Perekonomian, Menteri ESDM, Menteri BUMN, Menteri Keuangan).
Sedangkan Agustus 2013 Pertamina berencana menaikkan harga Elpiji 12 Kg usai Idul Fitri 8 Agustus 2013. Rakor di Kemenko Perekonomian meminta Pertamina menunda rencana karena inflasi sedang tinggi akibat kenaikan BBM subsidi pada Juni 2013.
Desember 2013 Pertamina menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Salah satu keputusannya adalah menaikkan harga Elpiji 12 Kg per 1 Januari 2014.
Kemudian 1 Januari 2014 harga Elpiji 12 Kg naik dari Rp70.200 per tabung menjadi Rp117.708 per tabung atau Rp3.959 per Kg. Ahad (5/1) Presiden SBY mengadakan rapat kabinet di Bandara Halim Perdanakusuma dan meminta Pertamina meninjau kembali kenaikan harga Elpiji 12 Kg.
Kemudian, Senin (6/1) Pemerintah dan Pertamina berkonsultasi dengan BPK. Rapat Direksi dan Komisaris Pertamina memutuskan untuk merevisi kenaikan harga Elpiji 12 Kg dari Rp117.708 per tabung menjadi mulai Rp89.000 per tabung.(owi/ken/jpnn)