Selamatkan KPK

Ekonomi-Bisnis | Sabtu, 06 Oktober 2012 - 09:21 WIB

Selamatkan KPK
Puluhan masyarakat dari berbagai elemen berunjukrasa mendukung KPK bersamaan dengan pemeriksaan Irjen Pol Djoko Susilo di depan gedung KPK Jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan, Jumat (5/10/2012). (Foto: MUHAMMAD ALI/JPNN)

JAKARTA (RP) - Situasi di gedung KPK, Jumat (5/10) malam hingga, Sabtu (6/10) dini hari tadi hiruk-pikuk dan mencekam. Kabar pengambilpaksaan penyidik KPK oleh Provos (dari Polri) mengerakkan para aktivis antikorupsi yang mendukung penyelamatan KPK beramai-rami “memagari” Gedung KPK.

Para aktivis mendukung penuh KPK dalam mengusut kasus korupsi, salah satunya kasus simulator SIM.

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

Pimpinan KPK Abraham Samad dan Wakil Pimpinan KPK Bambang Widjojanto yang baru saja tiba dari luar kota langsung bergabung ke Gedung KPK. Sekitar pukul 01.00 WIB, KPK resmi menggelar konfrensi pers yang berakhir hingga pukul 02.00 WIB.

Abraham Samad yang mengawali pembukaan konfrensi pers di hadapan awak media menyerahkan mikrofon kepada Bambang Widjojanto. Bambang memaparkan kondisi sebenarnya yang terjadi. Secara urut, pimpinan KPK Bambang Widjoyanto menjelaskan kondisi sebenarnya yang terjadi di gedung KPK.

Menurutnya pada malam hingga dini hari tadi diinformasikan Bambang terdapat hampir dua kompi dari Polri tidak berseragam resmi berada di sekiling KPK. ‘’Semoga hal itu untuk melindungi Gedung KPK,’’ ujar Bambang yang disambut tepuk tangan.   

Dibeberkan Bambang, kejadian kemarin sudah dimulai sejak Kamis (4/10) lalu. Sekitar pukul 20.00-21.00 WIB (4/10) Novel Baswedan didatangi utusan dari Kapolri, yaitu Saudara AA dan AG dan meminta kesediaannya untuk ikut dan bertemu Konsespim Kapolri Yasit Faranin.

Saat itu, Novel bersedia ikut jika diizinkan pimpinan KPK, tapi Busro tidak memberikan izin. Dijelaskan mereka, pertemuan tersebut untuk membantu Novel atas tindakan kriminalisasi yang terjadi kepadanya serta kaitan dengan alih status 28 orang penyidik KPK.

Kenapa sampai ada keinginan untuk bertemu, karena menurut Bambang ada eskalasi penyidik yang sedang melakukan penyidikan itu untuk bertemu dengan Kapolri. Dilanjutkan Bambang, Novel dituduh melakukan tindak kriminalitas saat masih bertugas di Bengkulu tahun 2004.

Namun hal ini dibantah Bambang dan menjelaskan hal sebenarnya di hadapan awak media. Sekitar tahun 1999-2005, Novel memang bertugas sebagai Kasatserse Polres Bengkulu.

Saat itu, ada anggotanya melakukan tidakan melanggar hukum hingga mengakibatkan korban meninggal. Kasus tersebut sudah dilakukan sidang di Majelis Kehormatan Kode Etik dan tuntas tahun 2004.

‘’Saya tegaskan saat itu Novel tidak berada di TKP, jadi bukan dia yang melakukan tindakan tersebut. Dia hanya mengambil alih tanggung jawab dari pelaku dan dikenakan teguran keras. Jadi saya katakan sekali lagi, sudara Novel tidak berada di TKP dan sebagai penyidik KPK, kita semuanya melindungi mereka,’’ terangnya.  

Setelah ditolak sebelumnya, malam hari Direskrim Polda Bengkulu Dedi Irianto dan beberapa anggota mendatangi Novel dengan membawa suat perintah penangkapan.

Tuduhan terkait pasal 351 ayat 2 dan 3, karena pimpinan berada di luar hal tersebut tidak bisa dilakukan. Hanya saja, saat beberapa pimpinan datang Novel sudah tidak ada di tempat.

Terdapat dua berita acara penolakan yaitu perintah penangkapan atau datang saja pada jam kerja sewajarnya yang secara etis.

Namun kondisi tersebut tidak hanya terjadi di kantor, di rumah Novel di Kelapa Gading juga didatangi polisi dari Polda Metro Jaya yang menanyakan asal-usul rumah Novel.

Bahkan kondisi tersebut terjadi juga pada penyidik KPK lainnya. Parahnya, ada juga tekanan kepada keluarga dan orang di sekitar Novel yang mencoba mengintervensi mereka.

Namun ketika dikros-cek kembali, ternyata surat pengeledahan belum mendapatkan persetujuan dari pengadilan, bahkan nomornya juga belum ditulis.

‘’Jika disimpulkan inilah bagian dari kriminalisasi terhadap sebagian penyidik KPK. Kami mengharapkan ini tidak terjadi lagi di era sekarang, jangan dengan kekerasan, tapi harus dengan upaya hukum yang jelas,’’ tutup Bambang.    

Sebelumnya, Anies Baswedan, Effendi Ghazali, Usman Hamid, Fajrul Rahman, Saldi Isra bersama aktivis antikorupsi yang lain tampak di tengah-tengah kerumunan di Gedung KPK tersebut.

Menurut Anies, saat ini kinerja KPK mendapat dukungan penuh dari masyarakat seluruh Indonesia. Dukungan itu jelas-jelas sebagai bentuk kemuakan kepada tindakan korupsi yang terjadi.

Saat ini banyak pemberantasan korupsi yang berada di persimpangan jalan dan untuk kasus kali ini adalah hambatan yang paling besar. Namun situasi tersebut diyakininya bukan krisis untuk eksistensi KPK memberantas korupsi.

‘’Hanya saja kondisi tersebut mungkin memiliki keterkaitan dengan kasus simulasi SIM yang sedang ditangani KPK,’’ ungkap Anies Baswedan.

Saat ditanyakan apa yang terjadi di dalam, Anies menyatakan belum ada yang khusus, karena ia belum masuk ke dalam Gedung KPK.

Namun ia membenarkan jika ada rencana penangkapan sejumlah penyidik KPK karena kasus yang lama. Ia menilai ini hanya gangguan kecil untuk menegakkan keadilan atas korupsi yang terjadi.

Diketahui penyidik yang akan dijemput adalah Novel Baswedan terkait tindakan tahun 2004 lalu saat masih bertugas di Polda Bengkulu. Novel diduga melakukan tindakan salah penembakan yang mengakibatkan korban meningal.

‘’Dalam hal ini gangguan dan dinamika yang terjadi untuk pemberantasan korupsi yang menimpa KPK. Dukungan masyarakat terhadap tindak tanduk KPK sangat total. Tapi saya menyayangkan sikap pemerintah yang tidak peduli dengan kondisi ini. Harusnya Presiden sudah turun tangan untuk membersihkan kondisi yang terjadi,’’ ujar Anies.

Terkait rencana penjemputan paksa tersebut, Taufik yang merupakan saudara dari Novel Baswedan mengaku sudah dapat informasi sekitar pukul 19.00 WIB.

Novel berkomunikasi dengan kakaknya tersebut melalui Blackberry Messenger dan Novel mengabarkan jika ia didatangai oleh Provos yang akan menjemputnya.

Setelah itu, Novel menyerahkan ibunya kepada Taufik untuk dijaga jika memang ia dibawa paksa oleh Polri tersebut. Selain itu, Taufik juga menyatakan, Jumat (5/10) pagi kemarin, Novel mendapatkan SMS dari rekannya di Polda Bengkulu untuk tegar dan yakin Novel tidak bersalah.

Gejolak yang terjadi malam tadi di Gedung KPK, menurut aktivis anti korupsi, Adi Massardi, adalah bentuk kegeraman masyarakat terhadap tindakan korupsi.

Saat ini hanya KPK yang memiliki track record dan dipercaya bisa memberantas korupi. Hal tersebut dibuktikan dengan kegetolan dan susah payahnya KPK memanggil dan memeriksa Irjen Djoko Susilo dalam kasus simulator SIM.

‘’KPK sudah jelas mendapatkan tekanan politik dan itu faktanya ya. Harusnya pihak Istana sudah tahu dan seharusnya memanggil Kapolri untuk menuntaskan masalah yang ada di KPK. Ini rencana untuk memperlemah KPK dan kami tidak ingin itu terjadi serta siap mendukung sepenuhnya kepada KPK,’’ tegasnya.

Terkait hal tersebut, Menteri Koordinator Politik Hukum dan HAM, Djoko Suyanto, membantah jika ada pernyataan yang menyatakan pemerintah tidak peduli dengan kondisi yang terjadi malam tadi.

Ia menjelaskan, pemerintah terus mengikuti perkembangannya dengan mengirimkan Wakil Menteri Hukum dan HAM, Deni Indrayana, ke kantor KPK.

Selain itu, Djoko juga mengaku sudah memerintahkan kepada Kapolri, Jenderal Timur Pradopo untuk menarik Provos dan anggotanya dari Gedung KPK.  

‘’Saya menyesalkan jika ada yang menyatakan pemerintah tidak peduli dengan kondisi yang terjadi. Deni sudah kita kirim ke sana agar mengetahui perkembangannya dan terus berkomunikasi dengan saya. Saya juga sudah memerintahkan kepada Kapolri untuk menarik anggotanya dan Kapolri menyatakan kesanggupannya. Sekarang kita atasi dinamika yang terjadi di lapangan setelah itu langkah-langkah lainnya akan kita tentukan. Yang jelas kejadian ini sudah saya sampaikan ke Mensesneg dan saya yakin sudah sampai ke Presiden,’’ tegasnya. (jpnn)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook