Riau Pos online - Dalam hal menyayangi binatang peliharaan, manusia kadang bersikap aneh dan berlebihan. Seperti terjadi di Desa Sinaman Labah, Kecamatan Dolok Pardamean, Simalungun, kemarin (4/10).
Dua pria bermarga sama, Sagala, bertengkar hebat dan berujung salah satu nyawa pria bermarga Sagala itu melayang. Ramlan Sagala (29), tewas bersimbah darah setelah ditusuk Jurianto Sagala (32), di perut sebelah kiri. Keduanya masih berstatus saudara sepupu pula itu. Aduh!!!!
Kabarnya, Jurianto nekad menikam korban hanya gara-gara sepele. Anak anjing kesayangan Jurianto hilang, pada Rabu (3/10) jelang tengah malam. Lalu dia pun sibuk mencari kemana-mana. Jurianto selalu berteriak keras saat memanggil nama anak anjing peliharaannya itu.
Nah, teriakan nyaring Jurianto ini rupanya mengusik Ramlan. Istri korban, Riahma br Sitanggang (20) mengatakan, saat itu Jurianto melintas di depan rumah mereka sambil memanggil nama anak anjingnya. Dianggap mengganggu, korban pun menegur. “Suamiku menegurnya supaya jangan ribut, karena anak kami baru tidur,” ujarnya.
Sialnya, Jurianto tak senang ditegur dan langsung marah. Alhasil, keduanya terlibat pertengkaran. Bahkan Riahma sempat mendengar pelaku mengajak suaminya duel. Saat itu juga dia keluar lalu mengajak suaminya masuk.
Sesaat di dalam rumah, Ramlan permisi melayat tetangga mereka yang hanya berjarak sekitar 50 meter dari rumah. “Sebelum pergi, aku mengingatkannya (Ramlan-red) agar jangan ribut lagi dengan Jurianto. Karena dijawab iya, aku pun tenang,” kenang ibu 2 anak ini.
Nahas, kekhawatiran Riahma terjadi. Tak lama, dia mendengar ada suara minta tolong di samping rumah. Begitu dicek ternyata suaminya. “Waktu itu aku langsung teriak minta tolong,” imbuhnya sembari menyebutkan, sang suami sempat mengatakan baru ditikam Jurianto.
Dengan dibantu warga, korban langsung dilarikan ke praktek Bidan br Sidauruk, sekitar 200 meter dari rumah mereka. Nasib berkata lain, setibanya disana, si bidan memastikan kalau korban sudah tewas.
“Di tengah perjalanan, suamiku sempat berpesan agar menjaga 2 anak kami yang masih balita. Setelah itu, suamiku diam meski berulang kali kuajak bicara,” tandasnya.
Guna kepentingan atopsi, jenazah warga Sinaman Pamatang Nagori (desa) Sinaman Labah, Kec. Dolok Pardamean, Simalungun, itu dibawa ke RSU Dr Djasamen Saragih pada Kamis (4/10) dinihari. (ndo/ras)
Pelaku Diselamatkan Pangulu
Hanya dalam hitungan menit, kabar kematian Ramlan menyebar luas di desa. Mendengar informasi tersebut, puluhan warga bergerak mencari pelaku ke rumahnya. Emosi warga semakin berlipat manakala orang yang dicari tidak ketemu.
Tanpa dikomando, penyisiran desa pun dilakukan. Belakangan diketahui, ternyata pria bertubuh kecil itu sembunyi di rumah Pangulu Desa. Belum sempat warga melampiaskan emosi, polisi lebih dulu mengamankan pelaku.
Sementara itu, guna kepentingan penyelidikan, petugas meminta keluarga korban membuat pengaduan. Sebagai barang bukti, polisi menyita senjata tajam yang digunakan menikam Ramlan.
Terpisah, Kasat Reskrim Polres Simalungun, AKP Ronny Nikholas Sidabutar menyebutkan, pihaknya sudah mengamankan Jurianto sejam usai penikaman. “Untuk sementara motif penikaman karena ketersinggungan,” ujar Ronny.
Menangis Senang
Beberapa sebelum kematiannya, Ramlan ternyata telah menunjukkan tanda-tanda. Itu disadari Riahma sesaat setelah sang suami tewas. Dikisahkan wanita ini, siang di hari nahas tersebut, ayah 2 anak itu tertawa tak henti-hentinya saat bermain dengan putri bungsu mereka, Rinka.
Saking terpingkalnya, sambil memeluk Rinka, korban terlihat sesekali menyeka air mata. Kenangan itulah masih tergambar jelas di ingatan Riahma. “Air mata, ketawa, dan pelukan itu ternyata untuk yang terakhir kali,” sedihnya.
Meski masih ada hubungan darah dengan pelaku, Riahma sangat berharap hukum memberikan ganjaran setimpal kepada Jurianto. “Ngeri kali kurasa kepergian suamiku ini. Mudah-mudahan, si Jurianto itu dihukum mati,” harapnya.
Keceriaan korban saat bersama Rinka ternyata bukan satu-satunya pertanda. Sebelumnya, Riahma ternyata bermimpi suaminya mengenakan pakaian serba putih. Dalam bunga tidur itu, Ramlan hendak menghadiri pesta.
“Susah kali pikiranku. Tapi inilah nasib. Aku harus jadi janda di usia muda. Mudah-mudahan aku sanggup menjalani hidup ini, dan merawat dua anak mereka yakni Rendy Sagala (3) dan Rinka br Sagala (2) hingga dewasa,” kesahnya. (ndo/ras/ms/rpg)
Jurianto : Aku Mabuk, Bukan Dendam
Tersangka pembunuh sepupu sendiri, Jurianto Sagala, harus menjalani hari-harinya di balik jeruji besi. Saat ditemui reporter koran ini, Fandho Girsang, di ruang pemeriksaan Polsek Dolok Pardamean, kemarin, pria berusia 32 tahun itu tampak tertunduk lemas. Dari wajahnya, Jurianto tampak menyesal.
T : Kenapa tega membunuh korban?
J : Aku silaf bang. Malam itu, aku sudah mabuk tuak.
T : Bukan karena ada unsur dendam?
J : Ah, mana ada aku dendam bang. Kami memang jarang bicara. Maklum saja, aku tinggal di Medan dan dia (Ramlan, red) tinggal di Siantar.
T : Sebelumnya pernah cekcok dengan korban?
J : Cekcok tak pernah. Cuma pernah suatu waktu, aku dengar omongan korban kepada warga kampung soal aku, bang. Dibilangnyalah aku narkobaan, preman dan pemabuk. Tapi tak pernah kutanggapi.
T : Apa pernah berurusan dengan polisi sebelumnya?
J : Pernah dulu, sekitar 3 tahun lalu. Aku sempat mukul orang di Medan. Makanya aku kabur ke kampung.