Terdakwa Korupsi Raskin Dituntut 5,5 Tahun

Ekonomi-Bisnis | Kamis, 05 Juli 2012 - 09:07 WIB

Laporan SYAHRUL MUKHLIS, Pekanbaru  syahrul-mukhlis@riaupos.co

Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Tinggi Riau yang diwakili Iskandar SH dan Sumriadi SH mulai menuntut terdakwa dugaan korupsi distribusi beras untuk masyarakat miskin di Kabupaten Bengkalis, Mahdimus.

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

JPU menuntut agar hakim menjatuhkan hukuman pidana penjara selama lima tahun enam bulan (5,5 tahun) penjara.

Dalam tuntutannya, JPU menyatakan terdakwa yang saat peristiwa korupsi ini menjabat sebagai pegawai Badan Urusan Logistik Riau telah terbukti melanggar pasal 8 jo pasal 18 Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor.

Tuntutan tersebut disampaikan JPU di hadapan majelis hakim yang dipimpin oleh Pasti Tarigan SH MH di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Pekanbaru, Rabu (4/7).

JPU tidak hanya menuntut kurungan penjara saja, tapi Mahdimus juga dituntut membayar denda Rp50 juta atau jika tidak sanggup membayar, maka diganti dengan hukuman penjara selama tiga bulan kurungan.

Selain denda, sebagai terdakwa yang dinyatakan bersalah oleh JPU, Mahdimus juga dinyatakan JPU harus membayar uang pengganti Rp1,118 miliar. Sedangkan sebelumnya Mahdimus sudah melakukan pengembalian uang negara Rp35 juta.

Sebelumnya diketahui bahwa Mahdimus menjadi terdakwa korupsi karena saat itu terdakwa ditunjuk sebagai koordinator lapangan untuk penyaluran raskin di empat kecamatan di Kabupaten Bengkalis yakni, Mandau, Pinggir, Rupat Utara dan Rupat.

Diketahui dari dakwaan bahwa uang yang dihimpun dari penyaluran raskin di 4 Kecamatan dengan harga per kilogramnya Rp1.600 dalam kurun waktu tahun 2008-2010 dipergunakan tersangka Mahdimus untuk kepentingan pribadinya sehingga merugikan negara.

Korupsi Puskesmas Bunut, Terdakwa Dituntut 1,5 Tahun

Sementara itu, JPU menyatakan bahwa mantan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Pelalawan, Drs H Bahtiar Ismail dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek peningkatan status Puskesmas Kecamatan Bunut menjadi Puskesmas Rawat Inap Kabupaten Pelalawan, Muhammad Yanis terbukti bersalah melakukan tindak korupsi.

Drs Bachtiar Ismail yang saat itu sebagai pengguna anggaran proyek senilai Rp1,8 miliar bersama dengan Muhammad Yanis disebutkan telah terbukti merugikan negara sebanyak Rp982 juta sehingga JPU menuntut agar kedua terdakwa dihukum selama satu tahun enam bulan

(1,5 tahun) penjara. Selain itu, kedua terdakwa juga harus membayar denda Rp50 juta atau jika tidak sanggup membayar denda maka diganti dengan kurungan selama empat bulan kurungan penjara.

Kedua terdakwa juga harus membayar uang pengganti masing-masing Rp491 juta. Harta benda milik terdakwa akan dilelang untuk membayar uang pengganti, jika harta benda milik terdakwa tidak mencukupi untuk membayar uang pengganti maka diganti dengan kurungan selama sembilan bulan kurungan penjara.

Tuntutan tersebut disampaikan oleh JPU dari Kejaksaan Negeri Pangkalan Kerinci di hadapan majelis hakim yang dipimpin oleh Pasti Tarigan SH MH di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Neegeri Pekanbaru, Rabu (4/7).

Dari fakta persidangan diketahui dari awal pembangunan proyek Puskesmas sudah banyak kejanggalan.

Bahkan saat pemeriksaan saksi yang mengaku sebagai pengawas pekerjaan proyek pembangunan Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) Bunut Kabupaten Pelalawan, bernama Rudi (30) menyatakan dia tidak memiliki SK dan mulai bekerja karena hanya diminta oleh perusahaan pemenang tender.

Rudi mengatakan dia diminta karena ada hubungan pertemanan dengan Direktur PT Sakti Bangun Kencana.

‘’Saya bekerja sejak mulai pembangunan karena diminta oleh Pak Gani, saya mencari tukang, membayarkan gaji tukang. Kalau gaji saya tidak ada, namun kalau ada keuntungan maka saya akan diberi,’’ kata Rudi.

Saat majelis hakim mempertanyakan apa landasan hukum Rudi bekerja dalam pembangunan proyek pemerintah tersebut, atau apakah Rudi adalah Sub Kontraktor dari perusahaan pemenang tender, Rudi hanya mengatakan dia disuruh membantu oleh perusahaan.

‘’Saya diminta membantu pekerjaan di sana. Saya tidak punya perusahaan dan bukan subkontraktor,’’ kata Rudi.

Namun, Pasti Tarigan sebagai Ketua Majelis Hakim menyanggah, ‘’Jangan berbohonglah di pengadilan ini. Kami akan periksa semua saksi nantinya. Kamu sub kontraktor tapi tidak mau mengaku,’’ kata Pasti ketika itu.(muh)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook