EKONOMI BISNIS

Kemelut Kelapa Sawit, Indonesia Akan Putuskan Hubungan dengan Prancis

Ekonomi-Bisnis | Jumat, 05 Februari 2016 - 09:28 WIB

Kemelut Kelapa Sawit, Indonesia Akan Putuskan Hubungan dengan Prancis
Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Sumber Daya Rizal Ramli

JAKARTA (RIAUPOS.CO)-Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Sumber Daya Rizal Ramli menegaskan Indonesia tidak akan tinggal diam dan akan mengambil langkah tegas jika pemerintah Prancis tak membatalkan rencana penerapan pajak progresif terhadap minyak kelapa sawit. Dia bahkan mengisyaratkan pemerintah tidak akan segan-segan memutus hubungan dengan Prancis karena kebijakan yang merugikan Indonesia itu.

"Kita ini bukan negara kecil, kita negara besar. Pada dasarnya kita siap melakukan tindakan yang diperlukan untuk mengamankan kepentingan nasional dan rakyat Indonesia masalah pengenaan pajak progresif kelapa sawit," ujar Rizal usai menandatangi kerjasama Council of Palm Oil Producing Countries (CPOPC) dengan Menteri Penanaman Industri dan komoditas Malaysia, Dato Sri Douglas di Gedung BPPT I, Jakarta Pusat, Kamis (4/2/2016).

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

Rizal mengatakan, sikap Prancis itu jelas merugikan 19 juta pekerja yang bergerak di bidang sawit di Indonesia. Tak hanya itu kebijakan Prancis juga mengancam kehidupan dua juta petani kecil di Indonesia.

Sekarang, lanjut dia, Indonesia bersama-sama Malaysia akan mengirimkan nota protes resmi ke pemerintah Prancis. sebab, secara pribadi Rizal mengaku masih mau hubungan baik Indonesia-Prancis yang berlanjut sejak kemerdekaan. Oleh sebab itu solusi atau jalan terbaik perlu dibicarakan.

"Kebijakan Prancis juga mengancam 400 ribu pekerja sawit di Malaysia. Jelas ini akan membunuh industri sawit. Karena kebijakan ini aneh dan tidak fair," tegas Rizal.

Untuk diketahui, dalam rancangan amandemen UU Nomor 367 Prancis yang sedang dibahas tentang Keanekaragaman Hayati yang berlaku di Perancis, pajak progresif untuk produksi sawit dimulai pada 2017. Pada 2017 itu, proyek sawit dikenakan pajak 300 euro per ton. Pada 2018 nanti, pajaknya naik menjadi 500 euro per ton, kemudian naik lagi menjadi 700 euro per ton pada 2019, kemudian jadi 900 euro per ton pada 2020.

Menurut Rizal, kebijakan Prancis yang akan diterapkan itu aneh karena pajak tersebut tidak berlaku untuk biji rapa, bunga matahari, dan kedelai atau minyak nabati yang diproduksi di Prancis. Bahkan, RUU itu juga mencantumkan adanya tambahan bea masuk sebesar 3,8 persen untuk minyak kelapa sawit yang digunakan untuk produk makanan dan 4,6 persen untuk minyak inti kelapa sawit atau kernel.

Laporan : rus/dil/jpnn

Editor    : Aznil Fajri









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook