AJUKAN PROTES

Kebijakan Sawit Prancis Ditentang Indonesia dan Malaysia

Ekonomi-Bisnis | Jumat, 05 Februari 2016 - 01:32 WIB

Kebijakan Sawit Prancis Ditentang Indonesia dan Malaysia
Ilustrasi.

JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Kebujakan Prancis mengenai pajak kelapa sawit yang saat ini sedang menjadi rancangan undang-undang ditentang dua negara penghasil kelapa sawit, yaitu  Indonesia dan Malaysia.

Setelah Menko Maritim dan Sumber Daya Rizal Ramli, Menteri Penanaman Industri dan komoditas Malaysia Dato Sri Douglas menyampaikan kesepakatannya sikap terhadap RUU pajak minyak sawit Prancis.

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

"Sepakat dengan Menteri Rizal Ramli, Malaysia dan Indonesia akan melayangkan protes terhadap Perancis," kata Dato Sri Douglas usai pertemuan Council of Palm Oil Producing Countries (CPOPC) di gedung BPPT I, Jakarta Pusat, Kamis (4/2/2015).

Bentuk protes itu menurut Sri Douglas akan disampaikan dalam bentuk memanggil duta besar (dubes) Prancis dan asosiasi minyak sawit Eropa untuk mengkomunikasikan protes Malaysia dan Indonesia.

"Palm oil itu solusi untuk perubahan cuaca. Minyak sawit itu bisa jadi suistainable fuel dan minim polusi. Perancis sangat tidak adil. Itu menghancurkan masa depan sawit dan orang yang bekerja di dalamnya," kata Douglas.

Menurutnya, jika Prancis tetap menggolkan RUU soal pajak minyak sawit tersebut, maka akan mengganggu hubungan antara Perancis dan Malaysia yang sudah terbangun lama.

"Ya ini bisa merusak (hubungan Indonesia dan Malaysia," demikian Datok Douglas.

Dalam rancangan amandemen Undang-Undang Nomor 367 tentang Keanekaragaman Hayati yang berlaku di Perancis, pajak progresif untuk produksi sawit dimulai pada 2017. Pada tahun tersebut, proyek sawit dikenakan pajak 300 euro per ton. Pada 2018 nanti, pajaknya naik menjadi 500 euro per ton, kemudian naik lagi menjadi 700 euro per ton pada 2019, lalu menjadi 900 euro per ton pada 2020.

Menurut Rizal, kebijakan itu aneh karena pajak tersebut tidak berlaku pada biji rapa, bunga matahari, dan kedelai atau minyak nabati yang diproduksi di Prancis. Bahkan, RUU tersebut juga mencantumkan adanya tambahan bea masuk sebesar 3,8 persen untuk minyak kelapa sawit yang digunakan untuk produk makanan dan 4,6 persen untuk minyak inti kelapa sawit atau kernel.(sam)

Laporan: RMOL

Editor: Fopin A Sinaga









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook