RI Siap Hadapi Freeport-Newmont

Ekonomi-Bisnis | Rabu, 05 Februari 2014 - 09:10 WIB

JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Aturan larangan ekspor tambang mentah dan pengenaan bea keluar konsentrat mendapat tentangan dua raksasa tambang, Freeport dan Newmont.

Pemerintah pun mulai pasang kuda-kuda, bersiap jika dua perusahaan tambang asal Amerika Serikat (AS) itu membawa kasus tersebut ke pengadilan arbitrase.

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa mengatakan, gugatan ke pangadilan arbitrase internasional merupakan hak setiap perusahaan yang beroperasi di suatu negara. Termasuk Freeport Indonesia dan Newmont Nusa Tenggara (NNT).

‘’Kita akan hadapi itu sebagai konsekuensi (atas aturan bea keluar),’’ ujarnya kemarin (4/2).

Sebagaimana diwartakan, pekan lalu CEO Freeport McMoran AS Richard Adkerson yang merupakan induk perusahaan PT Freeport Indonesia, melakukan roadshow untuk melobi pemerintah RI. Tujuannya agar pemerintah memberi keringanan dalam aturan ekspor hasil tambang.

Namun, upayanya menemui Menteri Perindustrian MS Hidayat, Menteri Keuangan Chatib Basri dan Menteri ESDM Jero Wacik tak membuahkan hasil.

Pemerintah tetap kukuh memberlakukan bea keluar ekspor tambang dan menuntut komitmen perusahaan tambang untuk membangun fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) di Indonesia.

Menurut Hatta, sikap pemerintah sudah bulat. Yakni mendorong hilirisasi sektor tambang agar hasilnya tidak diekspor dalam bentuk mentah dan harus diolah terlebih dahulu di Tanah Air.

‘’Aturannya sudah seperti itu, tidak bisa dinego,’’ katanya.

Menteri Keuangan Chatib Basri menambahkan, hingga saat ini Freeport belum menunjukkan itikad baik untuk mendukung program hilirisasi sektor tambang.

Buktinya, perusahaan tambang emas dan tembaga yang beroperasi di Papua tersebut belum menyatakan persetujuan membangun smelter. ‘’(Freeport, red) jangan ngomong doang, omongan saja tidak cukup,’’ ujarnya.

Sebenarnya, kata Chatib, pemerintah Indonesia sudah cukup lunak dengan memberikan toleransi bagi perusahaan yang belum membangun smelter atau mengolah produknya di Indonesia.

Padahal, aturan tersebut sudah dikampanyekan sejak 2009 lalu. Karena itu, pemerintah masih memperbolehkan ekspor hasil tambang mineral dengan kadar tertentu jika perusahaan tersebut berkomitmen membangun smelter.

Chatib menyebut, saat ini Freeport memang sudah menjalin nota kesepahaman atau memorandum of understanding (MoU) dengan perusahaan smelter untuk melakukan pemurnian dan pengolahan hasil tambangnya di Indonesia.

Namun, pemerintah menilai hal itu bukan bentuk keseriusan dan komitmen dalam program hilirisasi.

‘’Kalau berkomitmen, itu artinya harus taruh uang (untuk investasi, red) dan bangun smelter,’’ tegasnya.(owi/oki/jpnn)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook