Divonis Bersalah, AAL Dikembalikan

Ekonomi-Bisnis | Kamis, 05 Januari 2012 - 09:04 WIB

JAKARTA (RP)- Terdakwa pencurian sandal, AAL divonis terbukti bersalah. Namun remaja berumur 15 tahun itu tak dikenai pidana penjara, melainkan dikembalikan ke orangtuanya untuk dibina karena terdakwa masih di bawah umur.

‘’Majelis hakim memutuskan terdakwa terbukti bersalah karena melakukan pencurian,’’ tutur kuasa hukum AAL, Jhon Napat membacakan amar putusan majelis hakim tunggal PN Palu, Rommel F Tampubolon, Rabu (4/1/2011) malam.

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

AAL terjerat kasus hukum ketika pada November 2010 dituduh seorang bintara polisi telah mencuri sandal merek Eiger, miliknya.

Kasusnya kemudian mulai disidangkan pada awal Desember 2011 ini.

Namun banyak kejanggalan dalam fakta persidangan. Menurut Syahril Zakaria salah seorang pengacara yang mendampingi AAL, sandal yang jadi barang bukti bukan sandal seperti yang dituduhkan Briptu Ahmad Rusdi Harahap sudah dicuri AAL.

‘’Dua keterangan saksi yang diperiksa tadi itu menyatakan bahwa sandalnya Pak Harahap yang hilang adalah Eiger, tapi barang bukti yang dibawa ke persidangan adalah sandal merek Ando, aneh kan itu. Ya itulah kalau fakta seperti ini barang bukti bukan milik korban ke mana arah putusan,’’ kata Syahril.

Sidang marathon ini dilakukan untuk mempercepat proses penyelesaian perkara. Ini karena pertimbangan terdakwa masih anak di bawah umur. Dikhawatirkan jika sidang mengikuti tahapan-tahapan normal akan mengganggu psikologinya.

Polisi Bersikeras Perkarakan  

Kasus AAL sejatinya sudah hendak diselesaikan dari sisi kekeluargaan oleh Kejaksaan Negeri Palu. Tapi, karena polisi bersikeras membawa kasus itu ke pengadilan, jaksa yang mengurus kasus itu tak berdaya untuk tak menurutinya.

‘’Masalah ini sudah pernah mau diselesaikan ketika perkara masih diteliti. Sudah ada koordinasi agar ada penyelesaian secara kekeluargaan melihat objek pencurian dan nilainya kecil. Apalagi pelaku yang masih kecil,’’ kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kapuspenkum Kejaksaan Agung (Kejagung) Noor Rachmad di Jakarta, Rabu (4/1).

Noor mengakui, sejatinya kasus ini juga bisa dihentikan saat perkara dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Palu. Baik dengan Surat Keputusan Penghentian Penuntutan (SKPP) atau dengan deponeering alias mengesampingkan perkara untuk membela kepentingan umum.

Tapi, kedua kebijakan ini tak bisa serta merta diberi. Harus memiliki dasar hukum dan argumen yang kuat untuk memutuskannya.

Selain itu, kata Noor, untuk mengkompromikan kasus ini, mereka harus berkoordinasi dengan penyidik. Karena tak bisa menghentikannya, akhirnya Kejaksaan memutuskan tetap mengikuti alur persidangan.

‘’Akhirnya, kami memutuskan agar solusinya nanti kalau sudah dibawa ke pengadilan. Hukuman seadil-adilnya, tuntutan seadil-adilnya dan melihat semua aspek dan hati nurani,’’ katanya.

Noor menampik anggapan bahwa Kejaksaan Negeri Palu menuntut AAL dengan hukuman penjara lima tahun. Itu hanya dugaan sejumlah pihak karena dakwaan KUHP pencurian memang penjara lima tahun. ‘’Tak benar kami menuntut mereka lima tahun,’’ kata mantan Kepala Kejaksaan Tinggi Gorontalo itu.(dtc/aga/jpnn)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook