JAKARTA (RP) - Meskipun sektor perburuhan masih terlilit masalah tahunan, yakni penetapan upah minimum, Indonesia menempati posisi tertinggi dalam tingkat keloyalan pemberian gaji kepada tenaga asing. Menurut survei yang dilakukan HSBC Expat, Indonesia menempati posisi tertinggi dalam pemberian gaji kepada para ekspatriat, yakni di atas USD 250 ribu atau sekitar Rp 3,9 miliar per tahun atau Rp 325 juta per bulan.
Dalam survei tersebut, dikatakan jumlah pekerja asing yang menerima gaji sebesar itu di Indonesia sebanyak 22 persen. Angka tersebut lebih tinggi daripada di Jepang yang proporsinya 13 persen dan Tiongkok dengan 10 persen. Berdasar survei itu, HSBC memasukkan Indonesia ke dalam negara-negara yang diminati para ekspatriat.
Namun, kesimpulan survei lembaga keuangan yang berpusat di Hongkong tersebut ditampik pihak Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans). Pasalnya, syarat dan pajak yang dikenakan kepada tenaga kerja asing (ekspatriat) cukup susah dan besar.
"Bahkan, jumlah ekspat di Indonesia tahun ini menurun dibanding tahun-tahun sebelumnya," kata Staf Khusus Kemenakertrans Dita Indah Sari di Jakarta, Minggu (3/11). Jadi, lanjut dia, tidak tepat jika perusahaan Indonesia dibilang terlalu royal dan mudah dimasuki ekspat.
Menurut data di Kemenakertrans, hingga Agustus 2013 jumlah ekspat yang bekerja di Indonesia sekitar 48 ribu. Jumlah tersebut turun dibanding tahun lalu sebesar 57.826 orang dan 2011 dengan 77 ribu orang. "Penurunan tersebut disebabkan syarat masuk yang cukup susah dan jumlah investor asing yang menurun atau bahkan keluar," ungkapnya.
Salah satu syarat yang diberikan Kemenakertrans sendiri adalah seorang ekspat yang ingin bekerja di Indonesia harus mahir berbahasa Indonesia. Selain itu, mereka diharuskan membayar pajak yang cukup besar, yaitu USD 100 per bulan atau USD 1.200 per tahun.
Jumlah tersebut yang pada akhirnya membuat para ekspat berpikir lagi untuk bekerja di Indonesia. Namun, hal itu disiasati perusahaan dengan pemberian gaji yang cukup wah jika dibandingkan dengan pekerja lokal.
Penentuan gaji, kata Dita, bukan lagi masuk dalam kekuasaan Kemenakertrans. Namun, pihaknya telah memperingatkan perusahaan mengenai hal tersebut.
"Kami sudah me-warning perusahaan-perusahaan itu. Jangan sampai disparitas gaji antara pekerja lokal dan ekspatriat sangat besar," tegasnya.
Sebab, lanjut Dita, jika perbedaan gaji keduanya sangat besar, masalah yang terkait dengan hal tersebut mungkin sekali terjadi. Pekerja lokal akan mengajukan keberatan dan nanti merugikan perusahaan mereka sendiri.
Dita juga menyorot adanya perbandingan yang dilakukan dalam survei tersebut antara Indonesia dan Jepang. Dia merasa perbandingan itu kurang fair. Sebab, menurut Dita, pekerja di Indonesia dan Jepang jelas jauh berbeda, terutama dalam hal pendidikan.
Disparitas gaji di Jepang sebesar 1 banding 17. Hal itu disebabkan pendidikan para pekerja lokal di Jepang yang mumpuni. Sedangkan di Indonesia, sebanyak 48 persen pekerja lokalnya termasuk dalam kategori tidak lulus SD dan lulus SD.
"Itu tidak fair jika dibandingkan dengan Jepang. Kalau (dibanding) Malaysia atau Thailand masih mungkin. Sebab, mereka masih sama dengan kita," tuturnya.
Pengamat ekonomi dan perbankan Aviliani menyebutkan, banyak tenaga kerja Indonesia yang memiliki kompetensi diri sama bagus dengan para pekerja asing. Adanya pengistimewaan dalam pemberian gaji, lanjut dia, akhirnya membuat tenaga lokal yang punya kompetensi bagus memilih bekerja di luar negeri. (mia/c9/kim)
10 Negara Tujuan Favorit Ekspatriat:
- Swiss
- Tiongkok
- Qatar
- Thailand
- Kepulauan Cayman
- Indonesia
- Jerman
- Oman
- Singapura
- Turki
Sumber : HSBC's 2013 Expat Explorer survey