PEKANBARU (RIAUPOS.CO) - PT Capella Multidana memberikan edukasi penting kepada masyarakat tentang Fidusia, Senin (3/9).
Direktur PT Capella Multidana Arief Prawira menjelaskan, seiring dengan meningkatnya keperluan konsumen dengan mengajukan fasilitas pembiayaan dan berkembangnya Industri pembiayaan, ternyata juga menimbulkan masalah.
Ia menambahkan, banyak masyarakat yang telah mendapatkan fasilitas pembiayaan, namun tidak memenuhi kewajiban membayar cicilan sesuai jadwal yang telah disepakati, Akibat gagal bayar konsumen, sehingga terjadi eksekusi atau penarikan jaminan, justru perusahaan pembiayaan dituding melakukan tindakan perampasan tanpa jalur hukum.
‘’Akibatnya, gesekan itu menimbulkan konflik antara kedua belah pihak. Undang-undang jaminan Fidusia bertujuan untuk melindungi stabilitas lembaga jasa keuangan secara hukum,’’ jelasnya.
Namun perlu dicatat, hak yang diberikan tersebut bukan berarti perusahaan pembiayaan dengan serta merta digunakan sebagai instrumen untuk melangkahi proses hukum, eksekusi jaminan harus dilakukan dengan terlebih dahulu memberikan somasi terhadap debitur.
“Itu sebabnya masyarakat harus paham apa itu Fidusia,” sebutnya.
Menurutnya perusahaan pembiayaan merupakan suatu badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan pengadaan barang atau jasa untuk kebutuhan konsumen. Di mana sistem pembayarannya dilakukan secara angsuran atau berkala dan tidak disertai dengan hak pilih (options) di akhir perjanjian.
Apalagi, dalam UU No 43/1999 tentang Jamian Fidusia diatur, bahwa barang yang masih dalam status perjanjian pembiayaan dilarang untuk diperjualbelikan, dialihkan maupun digadaikan, apabila ini terjadi, debitur dapat dikenakan sanksi penjara selama (dua) tahun Pasal 35 UU Jaminan Fidusia, apabila dengan sengaja memalsukan keterangan akan dikenakan sanksi penjara sampai dengan (lima) tahun.
“Perusahaan pembiayaan yang melakukan pembiayaan konsumen diwajibkan mendaftarkan objek perjanjian itu sebagai jaminan fidusia pada Kantor Pendaftaran Fidusia,” kata Arief.
Dijelaskan Arief, Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda bergerak atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda.
Hal ini diatur dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Perjanjian kredit yang dibuat antara perusahaan pembiayaan dengan konsumen akan melahirkan perjanjian turunan yaitu perjanjian jaminan fidusia.
Dengan adanya jaminan fidusia ini, hak milik benda beralih ke tangan perusahaan pembiayaan, namun benda tersebut tetap berada di tangan konsumen. Jaminan fidusia ini dibuat demi melindungi dan memberikan kepastian bagi perusahaan pembiayaan bahwa hutang atau kredit yang diberikan kepada Konsumen akan terbayar, jika konsumen melakukan wanprestasi atau cidera janji tidak membayar cicilan tepat waktu. Apabila hal ini terjadi maka akan dilakukan eksekusi atau penarikan benda jaminan fidusia oleh perusahaan pembiayaan.
“Pada dasarnya, pemberian pembiayaan dengan jaminan aset bergerak secara fidusia ini menyasar masyarakat yang memerlukan kendaraan, tapi belum mampu melunasi dalam waktu yang sama, jadi hak jual kembali aset bergerak itu berada di tangan kreditur, selama masa pembiayaan atau debitur belum menyelesaikan utangnya,” ucap Arief.
Artinya, apabila eksekusi telah dilakukan, objek jaminan itu sepenuhnya jatuh ke tangan perusahaan pembiayaan. Untuk mengurangi kerugian atas kredit macet, perusahaan pembiayaan dapat melakukan pelelangan terhadap objek jaminan fidusia.
Namun, jaminan fidusia ini akan dihapuskan jika seluruh utang konsumen kepada perusahaan pembiayaan telah terbayar lunas. Selain menunjukan sertifikat jaminan fidusia, pegawai atau tenaga alih daya dari perusahaan pembiayaan yang menangani di bidang penagihan harus dilengkapi kartu pengenal dan dapat menunjukan kartu sertifikasi sebagai tenaga penagih, hal ini sudah diatur dalam peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
Pada dasarnya maayarakat perlu diberikan pemahaman terhadap hak dan kewajiban yang diatur dalam perjanjian pembiayaan, ada konsumen yang tidak menyadari, bahwa dirinya terikat didalam utang piutang dengan “akta jaminan fidusia” sebagai perjanjian turunan dari perjanjian pembiayaan.
‘’Apalagi, akibat ketidakpahaman debitur saat mendapatkan peringatan atas tunggakan pembayaran angsuran, justru mengalihkan atau menjual objek pembiayaan kepada pihak lain,” tutur Arief.
Pihaknya berharap, dengan edukasi tersebut masyarakat dapat memahami tanggung jawab dan kewajiban yang harus dijakankan ketika memutuskan untuk menggunakan jasa keuangan melalui perusahaan pembiayaan.(cr2)