DUGAAN KORUPSI SIMULATOR SIM

Polri Tahan Brigjen Didik

Ekonomi-Bisnis | Sabtu, 04 Agustus 2012 - 08:53 WIB

JAKARTA (RP) - Mabes Polri benar-benar kukuh melanjutkan penyidikan kasus dugaan korupsi simulator SIM di Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri.

Bahkan Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) langsung melakukan penahanan terhadap empat tersangka, Jumat (3/8) malam tadi.

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

Kepala Bareskrim Polri Komjen Sutarman sempat menantang untuk mencari putusan pengadilan bahwa penyidik Polri tidak berwenang menyidik kasus yang sedang atau bersamaan ditangani oleh KPK dan bagaimana mekanisme menghentikan penyidikannya.

‘’Mereka diduga melakukan tindak pidana korupsi pengadaan driving simulator SIM di Korlantas,’’ ujar Kabareskrim Komjen Pol Sutarman kepada detik.com, malam tadi.

Ia tidak menjelaskan lebih lanjut soal alasan penahanan yang terkesan mendadak ini. Ia hanya menegaskan, tiga tersangka ditahan di Rutan Mako Brimob, sementara satu orang lainnya di tahanan Bareskrim.

Adapun nama tersangka yang ditahan itu adalah yaitu Brigjen Pol Didik Purnomo, AKBP Teddy Rismawan, Kompol Legimo dan Dirut PT CMMA Budi Susanto.

Sementara tersangka Sukotjo S Bambang saat ini menjadi tahanan Rutan Kebon Waru, Bandung, atas perkara yang terpisah.

Sebelumnya, Sutarman menegaskan Polri dipastikan independen dan tidak main-main dalam kasus ini.

‘’Saya jamin itu, karena saya sendiri akan ikut menyidik,’’ ujar Sutarman dalam pemaparan kronologi kasus di Mabes Polri, Jumat (3/8) siang.

Ini adalah penampilan perdana Sutarman sejak kasus ini mencuat Senin (30/7) malam lalu. Mantan Kapolda Metro Jaya yang ikut menemui para pimpinan KPK di Korlantas, Selasa (31/7) dinihari itu, rupanya sengaja menahan diri. ‘’Sekarang saya buka semua, supaya teman-teman jelas,’’ katanya.

Dengan lugas, Sutarman menyebut KPK menabrak MoU yang dibuat antara tiga lembaga yakni Polri, Kejaksaan Agung dan KPK itu sendiri. ‘’Kami melihat itu tidak diindahkan, MoU ditabrak,’’ kata alumnus Akpol 1981 itu.

Ia menceritakan, pada Senin tanggal 30 Juli 2012 pukul 14.00 WIB, Ketua KPK Abraham Samad dan Zulkarnaen menghadap Kapolri, dan diterima di ruang kerja Kapolri dan didampingi Kabareskrim serta para penyidik.

Saat itu, Ketua KPK menyampaikan akan melakukan penyidikan terhadap dugaan penyimpangan simulator SIM di Korlantas.

Kapolri saat itu meminta waktu satu hingga dua hari karena Bareskrim sebelumnya sudah melakukan penyelidikan.

‘’Kita sudah melakukan penyelidikan sejak Mei lalu,’’ kata Sutarman. Hal itu sesuai dengan Sprinlid /55/V/2012/Tipidkor tanggal 21 Mei 2012 dan telah melakukan interogasi dan pengambilan keterangan terhadap 33 orang. Kabareskrim juga sudah dijanjikan waktu bertemu dengan Ketua KPK pada 31 Juli pukul 10 pagi.

Namun, Sutarman terkejut karena kenyataannya pada Senin (30/7) pukul 16.00 WIB penyidik KPK sudah melakukan penggeledahan di Korlantas. Bahkan, dalam proses penggeledahan salah satu penyidik KPK mengatakan kepada petugas Korlantas bahwa Kapolri sudah mengijinkan penggeledahan tersebut karena Ketua KPK sudah menghadap Kapolri, padahal pertemuan saat itu jam 14.00 tidak membicarakan sama sekali tentang penggeledahan.

Setelah berdiskusi dengan tiga pimpinan KPK (Abraham Samad, Busyro Mukodas, Bambang Wijayanto) disepakati bahwa untuk sementara penggeledahan tetap dilanjutkan dan barang-barang hasil penggeledahan akan ditempatkan dalam suatu ruangan tertentu dalam keadaan tersegel dan terkunci. Masing-masing kunci dipegang oleh pihak KPK dan Korlantas.

Esok harinya, Selasa 31 Juli 2012 pukul 15.00 WIB, Ketua KPK Abraham Samad dan Bambang W didampingi Handoyo (Deputi PIPM) menghadap Kapolri membicarakan tindak lanjut penggeledahan dan penyidikan selanjutnya.

Menurut Sutarman, KPK menyatakan telah menetapkan DS sebagai tersangka, namun untuk tersangka lainnya tidak disampaikan saat itu.

Pertemuan saat itu disepakati KPK akan menyidik DS sebagai penyelenggara negara, sedangkan Bareskrim akan menyidik penyelenggara negara lainya dan pihak lainnya yang terlibat.

Selain itu disepakati pula terkait barang-barang hasil penggeledahan yang tidak terkait dengan perkara dugaan tindak pidana korupsi pada pengadaan driving simulator TA 2011, dikembalikan.

‘’Barang-barang yang disita namun tidak terkait dengan kasus akan menyebabkan pelayanan publik terhambat,’’ katanya.

Hingga kini, soal barang bukti itu masih juga tarik ulur. ‘’Kami juga berhak untuk mengambil barang bukti, karena ini disidik bersama. Jadi, itu harus ada sharing antara KPK dan kita (Bareskrim),’’ kata mantan ajudan Presiden Abdurrahman Wahid ini.

Sutarman memastikan tetap akan melakukan penyidikan karena merasa tidak ada aturan hukum yang melarang. ‘’Sampai ada hukum acaranya di pengadilan, kita akan teruskan,’’ katanya.

Dia menanggapi opini yang menyebutkan penyidik Polri tidak berwenang lagi jika kasus korupsi sudah ditangani KPK (mendasari pasal 50 ayat 1 sampai dengan ayat 4 Undang-undang Nomor: 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Menurut Sutarman, joint investigation dalam penanganan perkara seperti ini sudah pernah dilakukan antara KPK dengan penegak hukum lainnya pada tahun 2010 yaitu Kasus penyalahgunaan APBD Kabupaten Langkat dengan tersangka Syamsul Arifin dkk.

Dalam penyidikan kasus tersebut KPK menyidik mantan Bupati Langkat Syamsul Arifin.

‘’Sedangan untuk pihak-pihak lainnya di luar PN ditangani oleh Kejati Sumut. Ini merupakan hasil koordinasi antara KPK dengan Kejati Sumut. Sehingga pihak Kejati Sumut dapat melakukan penyidikan perkara yang sama walaupun KPK juga sudah melakukan penyidikan,’’ katanya.

Dengan ekspresi tenang, Sutarman menegaskan penyidikan korupsi lalu-lintas akan berjalan terus di polisi sebelum ada ketentuan beracara yang mengatur tentang hal tersebut.

‘’Silakan melalui keputusan pengadilan, bahwa penyidik Polri tidak berwenang menyidik kasus yang sedang atau bersamaan ditangani oleh KPK dan bagaimana mekanisme menghentikan penyidikannya,’’ katanya.

Sementara itu, keangkuhan Mabes polri juga tampak di gedung KPK. Beberapa personel korps seragam cokelat itu terus berjaga-jaga di sebuah kontainer yang terletak di belakang gedung KPK. Kontainer itu merupakan tempat penyimpanan barang-barang bukti milik KPK.

‘’Mereka itu menjaga barang bukti hasil penggeledahan simulator SIM yang memang ditaruh di kontainer itu,’’ kata seorang pegawai KPK.

Para personel Mabes Polri yang jumlah sekitar lima orang itu mengenakan pakaian bebas dan akan mengusir orang-orang asing yang berseliweran di sekitarnya.

Termasuk para wartawan yang ingin meliput soal kontainer penyimpanan barang bukti itu.

Sebenarnya, kontainer itu yang terdiri dari empat lantai itu memang sudah lama digunakan penyidik KPK untuk menaruh barang bukti kasus yang ditangani.

‘’Memang, sekarang kalau menaruh barang bukti di sana. Kalau ditumpuk di dalam gedung sudah nggak muat,’’ kata pegawai tersebut.

Wakil Ketua Bambang Widjojanto membantah jika Mabes Polri menghalang-halangi upaya penyidikan pihaknya dengan menjaga barang bukti dan tidak memperbolehkan penyidik KPK mendalami barang bukti itu.

‘’Barang bukti itu memang sudah ada di sini. Mereka memang menjaga tapi tidak menghalang-halangi,’’ ujarnya.

Juru bicara KPK Johan Budi menambahkan, sudah termasuk dalam kesepakatan bahwa barang bukti itu memang dijaga bersama-sama antara polisi dan KPK.

Nah, soal akses, Johan mengatakan bahwa KPK dan polisi sama-sama bisa mengakses. Jadi tidak benar bahwa polisi menghalangi penyidikan yang dilakukan pihaknya.

Nah, terkait dengan pernyataan Kabareskrim Sutarman yang kukuh ingin menangani kasus ini padahal penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan KPK lebih dulu ketimbang yang dilakukan Polri, Johan mengatakan para pimpinan KPK akan kembali menemui Kapolri Jenderal Pol Timur Pradopo, Senin (6/8) mendatang.

‘’Pimpinan akan bertemu lagi untuk membicarakan kesimpangsiuran itu,’’ kata Johan.

Johan pun meminta agar semua pihak menahan diri dan tidak semakin memperkeruh suasana antara KPK dan Polri. ‘’Kalau ada yang memperkeruh, suasana adalah para koruptor akan senang. Ini adalah masalah misskomunikasi biasa yang bisa diselesaikan dengan pertemuan KPK dan Kapolri,’’ kata dia.

SBY Tolak Turun Tangan

Di bagian lain, desakan agar Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) turun tangan untuk menengahi ‘’berebut’’ penanganan perkara dugaan korupsi proyek simulator SIM antara KPK dan Polri tidak mendapat respon positif.

Juru Bicara Kepresidenan Julian Aldrin Pasha mengatakan, presiden tidak bisa terlibat terlampau jauh dalam perkara yang ditangani lembaga penegak hukum.

‘’Tentu tidak mungkin presiden diminta untuk intervensi atau campur tangan dalam perkara hukum,’’ kata Julian di Binagraha, Kompleks Istana Kepresidenan, Jumat (3/8). Presiden, lanjut dia, tetap pada posisi menghormati hukum.

Sejak kali pertama kasus tersebut mencuat, kata Julian, presiden sudah memerintahkan Menko Polhukam Djoko Suyanto agar berkomunikasi dengan pimpinan KPK dan Kapolri. Tujuannya, meminta KPK dan Polri bersinergi serta menghindari nuansa konflik cicak versus buaya.

‘’Kasus ini sedang berproses, ditangani Polri dan KPK. Kita tunggu sampai ada hasil yang pasti dari tindaklanjut penanganan kasus ini,’’ terang doktor Ilmu Politik lulusan Hosei University, Tokyo itu.

Julian menolak jika disebut saat ini ada konflik atau persaingan di antara KPK dan Polri. Dia hanya menyebut, masing-masing memiliki kewenangan yang dijamin undang-undang untuk memproses dan menindaklanjuti langkah-langkah penegakan hukum.

Dia juga menolak jika dikatakan ada tumpang tindih penanganan perkara kasus dugaan korupsi simulator SIM itu. ‘’Kita kembalikan pada undang-undang yang menjadi dasar,’’ ujarnya.

Selain itu, lanjutnya, antara KPK dan Polri plus Kejaksaan sudah memiliki kesepahaman yang tertuang dalam MoU terkait dengan mekanisme penanganan perkara.

‘’Mari kita kembalikan ke sana. Ada hal-hal yang mungkin menjadi satu pedoman, paling tidak dari sisi etika agar tidak terjadi mispersepsi,’’ kata mantan Wakil Dekan Fisip Universitas Indonesia itu.

Di bagian lain, Kejaksaan Agung (Kejagung) bersikap normatif dan berhati-hati menyikapi kasus tersebut. Jaksa Agung Basrief Arief mengatakan bahwa pihaknya akan sudah menerima surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP).

Surat tersebut sudah diterima jajaran Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (JAM Pidsus). Rinciannya, lima surat untuk lima tersangka.

Kejagung dalam waktu dekat akan menunjuk jaksa peneliti. Untuk setiap berkas tersangka akan ditunjuk empat hingga lima jaksa peneliti.

Basrief mengatakan, pihaknya akan memberi kesempatan kepada penyidik Mabes Polri untuk merampungkan penyidikan.

‘’Satu klaim begini, satu klaim begitu. Kita lihatdulu lah dari KPK dan Kepolisian,’’ katanya.

Bukankah KPK yang terlebih dulu menyidik perkara tersebut? Basrief tidak mau terjebak pada konflik di antara dua lembaga tersebut. Kejagung, kata dia, tidak bisa menolak SPDP.

‘’Ini bukan soal berani atau tidak berani. Kami hanya melaksanakan Undang-Undang. Tapi nanti akan kami lihat posisinya seperti apa,’’ katanya.(rdl/kuh/fal/aga/ila)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook