JAKARTA(RIAUPOS.CO) - Harga bahan bakar minyak (BBM) dan tarif dasar listrik (TDL) berpeluang naik pada tahun depan.
Hal itu menyusul kondisi harga minyak dunia dan rencana pemangkasan subsidi serta kompensasi energi.
Ekonom Indef Abra Talattov menyatakan, harga minyak mentah dunia tahun depan diperkirakan bisa melebihi Indonesian Crude Price (ICP) lantaran kondisi politik antara Amerika Serikat dan Iran belum kondusif.
’’Pemerintah mematok ICP tahun depan USD 60 per barel. Sementara itu, sekarang harga minyak di atas 60 Dolar AS per barel. Brent saja dari awal tahun sampai sekarang sudah naik lima persen,’’ terangnya, Rabu (3/7).
Pihaknya memperkirakan harga minyak mentah tahun depan dapat menyentuh 70 Dolar AS per barel. Dalam kondisi tersebut, jika pemerintah mengurangi subsidi energi, dapat berdampak terhadap kenaikan harga BBM dan TDL.’’Itu sudah pasti,’’ ujarnya
Selain itu, kenaikan harga BBM dan TDL dipengaruhi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
Dalam RAPBN 2020, pemerintah mematok nilai tukar rupiah di angka Rp 14.000 sampai Rp 14.200 per dolar AS.
Sebagaimana diwartakan, Kementerian ESDM mengusulkan anggaran subsidi Rp 58,62 triliun pada 2020.
Nilai tersebut sedikit lebih rendah daripada anggaran subsidi listrik 2019 yang mencapai Rp 65,32 triliun.
Selain itu, subsidi solar menurun dari Rp 2.000 menjadi Rp 1.500 per liter. Meski demikian, pemerintah harus memastikan dampak kenaikan harga BBM dan TDL terhadap daya beli masyarakat dan inflasi.
’’Jangan sampai pemerintah tidak memiliki ukuran nanti dampak inflasi seberapa besar,’’ urainya.
Kementerian ESDM memastikan bahwa mekanisme penyesuaian tarif listrik diimplementasikan pada 2020.
Hal itu ditempuh sebagai upaya untuk mengurangi beban keuangan dalam APBN pada tahun depan.
Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Rida Mulyana menuturkan, implementasi penyesuaian tarif secara penuh membuat tarif dasar listrik golongan nonsubsidi dapat berubah-ubah setiap tiga bulan. Atau, terdapat potensi kenaikan tarif dasar lisrik.
’’Sekarang ini posisi seharusnya naik (tarif listrik), tapi tidak naik karena ditahan,’’ imbuhnya.
Plt Executive Vice President Corporate Communication & CSR PLN Dwi Suryo Abdullah mengungkapkan, suplai listrik kepada masyarakat menjadi prioritas utama. Selain keandalan sistem, sisi ekonomi sangat diperhatikan.
’’Hal ini dilakukan untuk mendukung daya saing produk industri dan manufaktur sehingga memperkuat pertumbuhan ekonomi nasional,’’ ucapnya.
Tariff adjustment baik untuk golongan nonsubsidi maupun subsidi dihitung berdasar tiga hal. Yakni, kurs, inflasi, dan ICP.
’’Dalam menentukan tarif, pemerintah sangat memperhatikan kemampuan ekonomi masyarakat sehingga dimungkinkan hingga akhir 2019 tidak ada kenaikan tarif,’’ timpalnya. (vir/c5/oki)
Sumber: JPNN.com
Editor: Deslina