Waspadai Seng Impor Non-SNI

Ekonomi-Bisnis | Selasa, 03 Desember 2013 - 09:58 WIB

PEKANBARU (RP) -Beredarnya seng impor asal Cina yang tidak sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI) dengan kandungan zink hanya 25 persen.

Kondisi tersebut sangat dikeluhkan para produsen seng yang tergabung di Gabungan Pabrik Seng Indonesia (Gapsi). Pasalnya selain akan merugikan konsumen, beredarnya seng tersebut juga membuat produsen dalam negeri merugi hingga Rp1,05 triliun per tahun.

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

Salah satu produsen seng SNI adalah Swan Brand dan Angsa Teratai KLS. General Manajer PT Kalimantan Stell Pekanbaru (pemilik kedua merek dagang tersebut), Ir Hendrajanto Miharja kepada Riau Pos Ahad (1/12) menuturkan, para konsumen semestinya harus waspada agar tidak menggunakan seng yang tidak ber-SNI tersebut. Sebab kandungan zinknya hanya 25 persen sehingga daya tahannya hanya di bawah satu tahun.

‘’Kalau seng yang standarnya sesuai SNI, ketahanannya berkisar antara 5-10 tahun tergantung tempat pemakaiannya. Namun, produk non-SNI ini daya tahannya tidak lama, ditandai dengan timbul karat dan lubang. Terlebih jika seng gelombang dipakai di daerah berkorosif tinggi. Misalnya daerah perkotaan, kawasan industri, dan tepi pantai,’’ terang Hendra.

Namun diungkapnya, seng tidak ber-SNI memiliki selisih harga sekitar Rp3.500 per lembar sehingga lebih diminati masyarakat.  Sedangkan harga produk seng dalam negeri lebih mahal, disebabkan masih tingginya komponen impor bahan baku.

‘’Dari informasi yang diberikan Gapsi, jumlah produk impor yang masuk ke Indonesia cukup signifikan, sehingga mengganggu industri seng di Indonesia. Dampaknya sudah ada industri seng dalam negeri yang tutup karena merugi,’’ tambah Hendra.(*4/dac)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook