KASUS KORUPSI PENGELOLAAN JARINGAN 3G

Menkominfo Bela Indosat

Ekonomi-Bisnis | Senin, 03 Desember 2012 - 06:55 WIB

Menkominfo Bela Indosat

JAKARTA (RP) - Kasus korupsi jaringan internet cepat di PT Indosat Mega Media (IM2) yang diusut Kejaksaan Agung (Kejagung) mendapat tentangan dari Menteri Komunikasi dan Informatika Tifatul Sembiring. Menteri asal Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu menegaskan bahwa kasus dugaan penyalahgunaan pita frekuensi 2,1 Ghz generasi ketiga (3G) tersebut tidak bisa diperkarakan.

   

"Sudah sesuai Undang-Undang Telekomunikasi. Bentuk kerjasama IM2 dan Indosat tidak menyalahi aturan," kata Tifatul.

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

Dalam surat yang dia kirim ke Jaksa Agung Basrief Arief, dia menyatakan bahwa tidak ada masalah dalam pengalihan pengelolaan jaringan 3G dari Indosat ke IM2. Dalam kasus tersebut, Dirut IM2 Indar Atmanto sudah ditetapkan sebagai tersangka.

Kata Tifatul, dasarnya adalah Undang-Undang (UU) Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi dan Pasal 13 Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi jo pasal 5 Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 21/2001 tentang Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi.

Selain ke Basrief Arief, surat bernomor T-684/M.KOMINFO/KU.O4.01/11/20 12 tersebut juga disampaikan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Wakil Presiden Boediono, Menkopolhukam, Menko Perekonomian, Kepala Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), dan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).

 

Tifatul mengungkapkan, model kerjasama antara Indosat dan IM2 juga dilakukan oleh ratusan penyelenggara jasa telekomunikasi lainnya. Lagi pula, kata dia, tidak ada penggunaan bersama pita frekuensi radio Indosat. Sebab, IM2 tidak memiliki dan tidak mengoperasikan sendiri menara Base Transceiver Station (BTS).

"Karena itu, yang dilakukan Indosat dan IM2 bukan termasuk kerjasama dengan penggunaan frekuensi bersama (sharing frequency)," katanya.

Kasus tersebut bermula ketika IM2 mengelola jaringan internet cepat tersebut. Padahal, perusahaan tersebut tidak berhak karena tidak pernah mengikuti tender. Yang ikut tender justru Indosat. Alih-alih mengelolanya sendiri, Indosat justru mengalihkannya ke anak perusahaannya tersebut.

Kejagung menuding hal tersebut bertentangan dengan pasal 33 UU Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi, Pasal 58 ayat (3), dan Permen nomor 7 tahun 2006. Yakni, penyelenggara jasa harus memiliki izin sebagai penyelenggara 3G. Akibatnya, negara kehilangan potensi pajak nilai BHP (badan hak penggunaan) jasa telekomunikasi.

Ketua Umum Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) Setyanto P. Santosa mendukung pernyataan Tifatul. Dia meminta Basrief segera merespons surat tersebut. Apalagi, kata dia, banyak kejanggalan dalam perkara tersebut. "Kalau itu dianggap bersalah, maka kerjasama lebih dari 260 penyelenggara jasa internet (Internet Service Provider) lain juga terancam," katanya.

Setyanto menuding penetapan kerugian negara tidak transparan. Memang, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) menyatakan bahwa kerugian negara mencapai Rp 1,3 triliun. Namun, kata dia, dasar perhitungannya tidak jelas. "Seharusnya BPKP melakukan audit investigasi secara transparan," katanya. (aga)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook