PEKANBARU (RP) - Setelah menyita 16 kendaraan roda empat, penyidik dari Kejaksaan Agung terus menyita dua kendaraan roda empat untuk menyelamatkan aset negara. Penyitaan terkait dugaan korupsi bioremediasi di PT Chevron.
Kasi Penkum Kejaksaan Tinggi Riau, Andri Ridwan SH MH membenarkan hal tersebut, Selasa (2/10). Menurut Andri, masih ada kemungkinan untuk terus bertambah.
‘’Awalnya hanya 16 unit disita dari Rumbai, selanjutnya dua kendaraan roda dua disita dari Minas. Saat ini ada 18 kendaraan yang dititipkan di Kejati Riau,’’ kata Andri.
Kendaraan yang disita adalah aset perusahaan yang bekerja sama dengan PT Chevron terkait dugaan korupsi biaya bioremediasi.
‘’Penyitaan berdasarkan surat dari penyidik pidana khusus dari Kejagung. Alasannya untuk mengamankan aset negara,’’ kata Andri.
Disebutkan Andri juga bahwa sampai saat ini penyidik dugaan korupsi bioremediasi ini sudah melakukan penahanan terhadap enam tersangka.
Namun satu tersangka lagi masih belum ditahan karena berada di luar negeri.
Di Kejati Riau, masih terlihat tim dari Kejagung memasangkan tanda barang sitaan di kaca bagian depan mobil yang disita tersebut. Mobil tersebut dipasangkan tanda, ‘’Barang/benda ini telah disita oleh Penyidik Kejaksaan Agung RI berdasarkan surat perintah penyitaan Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus’’, yang ditandatangani oleh Jaksa Madya Peri Ekawirya.
Kasus dugaan korupsi ini berawal dari perjanjian antara Badan Pelaksanaan Usaha Hulu Minyak dan Gas (BP Migas) dengan PT Chevron.
Salah satu perjanjian ini mengatur tentang biaya untuk melakukan pemulihan lingkungan dengan cara bioremediasi yaitu penormalan kondisi tanah yang terkena limbah minyak dalam proses eksplorasi sejak tahun 2003 sampai 2011.
Dalam pelaksanaannya, PT Chevron menunjuk dua perusahaan yaitu PT Green Planet Indonesia dan PT Sumigita Jaya. Namun diduga proyek bioremediasi tersebut fiktif.
Sementara itu, Penasehat Hukum Herlan (Direktur PT Sumigita), Dedy Kurniadi SH MH dalam siaran realease-nya menilai penyitaan tersebut tidak tepat.
Alasannya aset-aset itu sama sekali tidak terkait dengan proyek bioremediasi yang sedang disidik.
‘’Sesuai dengan pasal 39 KUHAP, benda yang dapat disita adalah yang dikategorikan sebagai alat bukti. Sementara aset yang telah disita sama sekali tidak dapat dikualifisikan sebagai alat bukti dalam penyidikan kasus bioremediasi,’’ jelasnya.
Selain itu, pihak penasehat hukum menyebutkan penyidik belum mendapatkan ijin dari Pengadilan Negeri dalam melaksanakan sita sehingga sama sekali tidak terdapat perlindungan bagi pemilik aset.
‘’Bapak Herlan sejauh ini hanya menjalankan kontrak dengan PT Chevron dengan penuh tanggung jawab. Sehingga tidak ada sama sekali perbuatan memperkaya diri sendiri. Dugaan bahwa beliau membeli aset dari hasil proyek bioremediasi sama sekali tidak berdasar. Hingga saat ini PT Sumigita belum memperoleh keuntungan dari proyek bioremediasi tersebut sehingga penyitaan dimaksud kami nilai sangat merugikan. Kami sedang mempelajari langkah-langkah hukum atas permasalahan ini,’’ sebutnya.(rul)