Ritel Harap Aliran THR Dorong Konsumsi

Ekonomi-Bisnis | Minggu, 03 Juni 2018 - 10:59 WIB

JAKARTA  (RIAUPOS.CO) - Perlambatan sektor usaha ritel pada awal 2018 memang belum menemui titik balik. Namun pelaku industri ritel cukup optimistis bahwa aliran dana tunjangan hari raya (THR) mampu mendorong konsumsi dan daya beli pada pertengahan tahun ini. Konsumsi selama Ramadan menyumbangkan kurang lebih 40 sampai 50 persen terhadap kinerja ritel selama satu tahun.

Penasihat Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia sekaligus Managing Director Sogo Indonesia Handaka Santosa mengungkapkan bahwa aliran dana langsung seperti THR, bantuan langsung tunai, dan sebagainya, menjadi peluang yang baik bagi industri ritel. Sebab, dana tersebut umumnya digunakan masyarakat untuk memenuhi keperluan dengan berbelanja. ”Penjualan pada Ramadan itu bisa berkontribusi 40-50 persen, jadi ini momentum dan tidak boleh terlewatkan. Dibandingkan tahun lalu, mungkin Ramadan tahun ini bisa 15 persen lebih tinggi,” ujar Handaka.

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

Handaka membeberkan bahwa peningkatan industri ritel merupakan tren yang baik dan diusahakan semua pihak. Sebab, kenaikan industri ritel akan berdampak pada industri lainnya. ”Yang perlu kita tahu bahwa adalah saat permintaan ritel naik, order ke industri juga meningkat. Tenaga kerja juga akan naik. Kaitannya sangat bagus untuk ekonomi,” urai Handaka.

Kategori fashion disebut sebagai kategori yang paling besar memberikan kontribusi penjualan di sektor ritel. Tradisi orang mencari baju baru, disebut Handakan, sebagai salah satu faktornya. ”Dari situ penjualan kosmetik juga naik, lalu home furniture, karena saat lebaran suka untuk memperbarui pernak–pernik di rumah,” tambah Handaka.

Sementara itu, menurut Ketua Umum Aprindo Roy Mandey, kinerja ritel sampai kuartal pertama 2018 ini belum cukup menggembirakan. Pada dua bulan awal di tahun 2018, pertumbuhan ritel di Indonesia melambat 1 persen, padahal di periode yang sama di tahun lalu, pertumbuhan ritel tercatat sebesar 2,5 persen. ”Produktivitas masyarakat menengah ke bawah sedang melambat, sementara yang menengah atas ada sentimen negatif dari kondisi ekonomi global sehingga mereka semakin menahan konsumsi,” tambah Roy. (agf/jpg)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook