JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Meskipun indeks harga Saham Gabungan (IHSG) tahun lalu gagal mencatatkan pertumbuhan, namun kinerja emiten justru tumbuh cukup positif. Laba komprehensif dari perusahaan diperkirakan bisa tumbuh hingga 10 persen sepanjang tahun lalu.
Tanda-tanda kenaikan kinerja emiten-emiten terlihat dari hasil laporan keuangan sampai dengan kuartal ketiga 2013. Data Bursa Efek Indonesia (BEI) menunjukkan sepanjang Januari sampai September 2013 total laba komprehensif secara akumulasi dari 474 emiten yang sudah melaporkan kinerjanya mencapai Rp 181,58 triliun. Kinerja tersebut naik 8,32 persen dibandingkan Rp 167,63 triliun pada periode sama tahun 2012.
Direktur Utama BEI Ito Warsito mengatakan, dalam sepuluh tahun terakhir pertumbuhan laba komprehensif emiten Indonesia juga cukup signifikan, yakni rata-rata 19,84 persen.
Artinya, kata dia, emiten Indonesia secara secara fundamental cukup mampu bersaing karena mampu tetap tumbuh di tengah berbagai situasi ekonomi global.
Dengan demikian, bagi investor yang lebih memperhatikan faktor fundamental seharusnya tidak perlu takut bertransaksi di pasar saham domestik.
"Fundamental emiten Indonesia cukup kuat menghadapi situasi atau sentimen negatif dari luar. Ini seharusnya dijadikan momentum investor asing atau lokal untuk masuk ke pasar saham domestik lebih masif lagi," ujarnya akhir pekan kemarin.
Head of Technical Research PT Trust Securities Reza Priyambada mengatakan, kinerja keuangan emiten sampai dengan kuartal ketiga itu sudah cukup sebagai cerminan akan adanya pengumuman positif dari kinerja emiten sepanjang tahun lalu.
Laporan keuangan setahun penuh yang audited dari para emiten di BEI biasanya mulai ramai diumumkan akhir Februari dan paling lambat pengujung Maret.
"Sudah terlihat di mana kuartal ketiga 2013 hasilnya lebih baik dari kuartal ketiga 2012. Pelaku pasar tentu akan punya persepsi bahwa sepanjang 2013 akan lebih positif dibandingkan 2012," ujarnya kemarin.
Fakta positifnya kinerja menunjukkan bukti bahwa penurunan IHSG sepanjang tahun lalu lebih karena sentimen negatif dari faktor eksternal, baik domestik maupun global. Penurunan indeks itu bukan merupakan cerminan fundamental emiten yang mayoritas masih positif.
Laba komprehensif emiten sepanjang 2012 tercatat Rp 231,32 triliun. Kinerja tersebut penurunan 1,65 persen dibandingkan laba komprehensif Rp 235,21 triliun pada 2011.
Dengan asumsi bahwa pada kuartal keempat 2013 kinerja keuangan emiten mengalami tren yang sama dibandingkan triwulan ketiga, laba komprehensif dari emiten di BEI sepanjang tahun lalu bisa mencapai sekitar Rp 242 triliun.
"Saya kira sedikitnya bisa tumbuh 8 persen sampai 10 persen dibandingkan 2012. Apalagi sektor properti masih berpotensi naik lebih tinggi di akhir tahun," ujarnya.
Sampai dengan kuartal ketiga 2013, dari total laba komprehensif senilai Rp 181,58 triliun, mayoritas atau 34 persen berasal dari sektor keuangan terutama perbankan. Kontributor terbesar kedua adalah infrastruktur dan manufaktur (masing-masing 13 persen), kemudian properti, perdagangan, dan aneka industri masing-masing 10 persen.
Reza meyakini pasar akan merespons positif data laporan keuangan emiten 2013 dan bisa menjadi salah satu sentimen positif terhadap pergerakan IHSG dalam waktu dekat ini. "Tapi akan lebih positif lagi kalau rilis data-data makro juga mendukung," terusnya.
"Keputusan terhadap kebijakan makro memang selalu menjadi perhatian terlebih pasca keputusan The Fed terkait pengurangan injeksi moneter. Bank Indonesia (BI) diharapkan mengambil langkah strategis dan tidak memutuskan untuk menaikkan kembali suku bunga acuan (BI rate).
"Menaikkan BI rate sebagai obat untuk menguatkan nilai tukar rupiah tidak selamanya ampuh," kata Reza. (gen/sof/jpnn)