Kenaikan Elpiji Bebani Industri

Ekonomi-Bisnis | Jumat, 03 Januari 2014 - 08:24 WIB

Kenaikan Elpiji Bebani Industri
Seorang pegawai di salah satu SPBU, sedang mengatur letak elpiji 12 Kg, Kamis (2/1/2014). Kenaikan elpiji sangat memberatkan warga dan pelaku bisnis. Foto: RPG

JAKARTA (RP) - Menteri Perekonomian Hatta Rajasa meyakini keputusan menaikkan harga elpiji 12 Kg tidak akan berpengaruh besar terhadap angka inflasi.

Sebaliknya inflasi 2014 diyakini bisa lebih rendah dibandingkan 2013. Namun kondisi ini akan berpengaruh kepada Industri Kecil Menengah (IKM).

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

Menurut Hatta, terkait kenaikan elpiji 12 kg, pemerintah memang tidak bisa melakukan intervensi. Sebab, keputusan itu murni aksi korporasi atau dalam hal ini sudah jadi keputusan bisnis dari PT Pertamina (Persero).

‘’Kenaikan elipiji itu memang corporate action karena pemerintah tidak punya kewenangan intervensi kecuali menyangkut subsidi. Kalau yang menyangkut subsidi (elpiji 3 Kg, red) tentu pemerintah punya kewenangan bersama DPR,’’ ujarnya usai pembukaan perdana perdagangan saham di gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), kemarin.

Karena murni aksi korporasi maka tidak perlu izin pemerintah untuk menaikkan harga elpiji itu. Penetapan harga terbaru sudah melalui mekanisme dalam perusahaan dengan berbagai pertimbangan.

‘’Kalau saya punya keinginan tentu kita tahan. Jangan dulu, katakanlah ditahan dulu. Namun demikian RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham) mereka (Pertamina, red) sudah tentukan. Mereka punya mekanisme. BPK juga sudah menemukan kerugian karena harga yang tidak sesuai dengan produksinya, sebab di bawah harga eceran pokoknya. Dan ini dalam korporat tidak dibenarkan dan jadi semacam temuan BPK,’’ ulasnya.

Hasil RUPS Pertamina menetapkan kenaikan harga elpiji non-subsidi berlaku mulai Januari 2014. Meski begitu, Hatta meyakini kenaikan elpiji non subsidi tidak akan memicu kenaikan angka inflasi.

‘’Inflasi kita 2014 relatif rendah, saya meyakini itu. Di Desember 2013, inflasi kita 0,5 persen sehingga year on year kita itu sekitar 8,3 persen jauh di bawah 9 persen angka inflasi prediksi semula,’’ ujarnya.

Lebih lanjut, menurutnya, inflasi 2014 akan relatif rendah sehingga kenaikan harga elpiji non-subsidi tidak akan mendorong peningkatan inflasi yang tinggi.

‘’Mestinya kita kendalikan juga adalah harga pangan dan harga yang diatur pemerintah. Jadi relatif pengaruhnya terukur. Saya meminta proporsinya diatur agar jangan memberatkan dunia usaha karena dunia usaha kita menghadapi situasi yang tidak ringan supayat idak terjadi WO (walk out). Namun tidak terhindarkan tarif listrik naik dan itu sudah jadi keputusan dalam APBN 2014. Sekali lagi proporsinya yang harus diatur,’’ ulasnya.

Memang, kata Hatta, jika cost di sektor energi meningkat maka bisa berdampak kenaikan inflasi tetapi tidak akan signifikan. Terlebih panen dunia pada 2014 diprediksi mencukupi kebutuhan. Kecuali jika terjadi situasi abnormal dari iklim yang bisa memengaruhi produksi dan ketersediaan pangan dunia.

‘’Demikian juga kita pada 2013 tidak mengimpor beras sama sekali. Di 2014 ini kita jaga produksi kita dengan prioritaskan 10 juta ton, itu jadi program utama kita,’’ tekad Hatta.

Sementara itu, kenaikan harga gas elpiji ukuran 12 kilogram sebesar 68 persen membuat beban industri kecil menengah (IKM) meningkat 5-10 persen. Di samping itu, disparitas harga yang tinggi juga diprediksi membuat aksi pengoplosan semakin marak.

Dirjen Industri Kecil dan Menengah Kementerian Perindustrian Euis Saedah mengatakan kenaikan harga gas elpiji 12 kilogram ini tentunya akan sangat membebani industri kecil dan menengah.

‘’Terutama bagi industri makanan minuman kecil, yang berproduksi di rumah-rumah, mereka itu sangat bergantung pada gas elpiji 12 kilogram,’’ ujarnya, Kamis (2/1).

Dalam sehari industri makanan minuman skala kecil bisa mengkonsumsi antara 3-4 tabung gas elpiji 12 kilogram. Jika biasanya pengeluran mereka hanya Rp300 ribuan per hari untuk membeli gas, kini dana yang harus dikeluarkan antara Rp500 ribuan. ‘’Ini berarti harus ada tambahan biaya untuk energi, dan tentu mengurangi margin mereka,’’ sebutnya.

Sementara itu, Ketua Pengurus Harian Lembaga Konsumen Indonesi (YLKI), Tulus Abadi menilai kenaikan harga elpiji kemasan 12 kilogram akan mendorong konsumen bermigrasi ke elpiji subsdsi tiga kilogram sehingga berpotensi meningkatkan aksi pengoplosan secara ilegal.

‘’Karena disparitas harga 12 kiolgram dengan tiga kilogram sangat jauh,’’ ungkapnya.

Pihaknya meminta Pertamina dan pemerintah mengantisipasi kebijakan tersebut dengan memperketat pengawasan harga elpiji kemasan 12 kilogram. ‘’Masyarakat akan mencari harga yang murah, tentunya ini peluang besar bagi oknum-oknum pengoplos. Kalau itu terjadi kerugian negara akan bertambah besar,’’ jelasnya.

Warga Mengeluh

Kenaikan harga elpiji 12 kg di pasaran saat ini, juga dirasakan warga Pekanbaru. Hal ini seperti dikeluhkan Anto salah seorang warga Jalan Purwodadi, Kecamatan Sidomulyo Barat, Kecamatan Tampan, Kamis (2/1).

Ia mengaku terkejut kalau harga gas elpiji 12 kg melambung drastis dari biasanya. Biasanya, harga gas elpiji 12 kg per tabungnya rata-rata Rp105.000 hingga Rp110.000. Namun sekarang naik menjadi Rp160.000 hingga Rp165.000. ‘’Tadi saya membeli dengan harga Rp160.000,- untuk gas elpiji 12 kg,’’ ujarnya.

Anto mengaku kalau dia tidak punya pilihan lain.  Karena hampir 2 jam ia berkeliling sepanjang Jalan HR Soebrantas untuk mencari gas elpiji 12 kg.(dac/gen/wir/jpnn)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook