Neraca Dagang Defisit Lagi

Ekonomi-Bisnis | Sabtu, 02 November 2013 - 07:37 WIB

JAKARTA (RP) - Surplus neraca perdagangan dagang pada Agustus lalu rupanya hanya bisa dinikmati sesaat. Pada periode September, neraca perdagangan Indonesia kembali terseret ke jurang defisit.

Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suryamin mengatakan, perdagangan internasional Indonesia pada September lalu tercatat lebih ramai dibandingkan Agustus.

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

Namun, kenaikan ekspor kembali tidak bisa mengejar lonjakan impor yang lebih cepat. ‘’Akibatnya, September kita kembali defisit 657 juta dolar AS,’’ ujarnya di kantor BPS Jumat (1/11).

Data BPS menunjukkan, ekspor September lalu tercatat 14,81 miliar dolar AS, naik 13,19 persen dibanding periode Agustus yang sebesar 13,08 miliar dolar AS. Ekspor September itu terdiri dari nonmigas  12,29 miliar dolar AS  (naik 18,6 persen dibanding Agustus 10,36 miliar dolar AS) dan migas 2,51 miliar dolar AS (turun 7,52 persen dibanding Agustus 2,72 miliar dolar AS).

Cina masih tercatat sebagai pasar ekspor terbesar Indonesia periode September lalu dengan nilai 1,62 miliar dolar AS. Jepang ada di posisi ke dua dengan nilai 1,38 miliar dolar AS, diikuti Amerika Serikat senilai 1,29 miliar dolar AS.

Sementara itu, impor September tercatat 15,46 miliar dolar AS, melonjak 18,86 persen dibanding realisasi periode Agustus yang sebesar 13,01 miliar dolar AS. Impor September itu terdiri dari nonmigas 11,79 miliar dolar AS (naik 26,30 persen dibanding Agustus 9,34 miliar dolar AS) dan migas 3,66 miliar dolar AS (turun 0,06 persen dibanding Agustus 3,67 miliar dolar AS).

Di sini, Cina juga kembali menjadi negara pemasok terbesar bagi Indonesia. Sepanjang September lalu, Indonesia mengimpor barang senilai 2,75 miliar dolar AS dari Cina. Lalu, dari Jepang sebesar 1,51 miliar dolar AS, disusul Singapura 884,4 juta dolar AS dan Thailand 835,4 juta dolar AS.

Menurut Suryamin, ada beberapa hal yang bisa dicermati dari angka ekspor impor September lalu. Pertama, turunnya impor bahan bakar minyak (BBM) dari 2,43 miliar dolar AS pada Agustus menjadi 2,21 miliar dolar AS. ‘’Ini bisa disebabkan oleh turunnya konsumsi BBM bersubsidi setelah kenaikan pada Juni lalu,’’ katanya.(owi/fas)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook