JAKARTA (RP) - Karut marut impor hortikultura yang terjadi pada Maret lalu membuat pemerintah berbenah. Salah satunya dengan mengevaluasi importer yang terdaftar di Kementerian Perdagangan.
Dari hasil penelusuran tersebut ditemukan 44 importir tidak memenuhi syarat, sehingga per hari ini, Sabtu (1/6) izinnya dicabut.
Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementrian Perdagangan Bachrul Chairi mengatakan, berdasarkan data semester pertama, terdapat 170 importer terdaftar (IT) hortikultura.
Sebanyak 44 importir yang dicabut izinnya, dianggap tidak memenuhi ketentuan di Permendag Nomor 60 tahun 2012 dan Nomor 16 tahun 2013.
“Setelah ditelusuri oleh tim surveyor yang ditunjuk Kemendag, mereka ada yang tidak memiliki kantor, kendaraan, dan gudang penyimpanan sesuai dengan ketentuan Permendag. Jadi kami cabut izinnya,” katanya saat ditemui di kantornya, Jumat (31/5). Bachrul masih enggan mengungkapkan daftar perusahaan mana yang dicabut izinnya. Dia hanya mengungkapkan bahwa mayoritas perusahaan tersebut berasal DKI Jakarta.
Saat ini, lanjut Bachrul, tercatat 126 importir yang memenuhi syarat. Namun dari jumlah tersebut masih ada 96 importir yang masih sedikit bermasalah.
Mereka telah memenuhi seluruh persyaratan, namun tidak bisa menunjukkan dokumen asli kepemilikan fasilitas. Mereka hanya bisa menunjukkan salinan dokumen.”Untuk kasus 90 importer itu, mereka kami beri waktu hingga Selasa nanti (4/6). Jika tidak bisa menunjukkan mereka bakal menyusul 44 importir yang dicabut,” ucapnya.
Dengan seleksi importer, ia berharap sengkarut yang terjadi pada Maret lalu tidak terjadi lagi. Kala itu, harga bawang putih melambung karena permasalahan di importer. Dia menambahkan, penelusuran importer-importer itu bisa menutup celah praktik kartel yang selama ini terindikasi.
Selain mengevaluasi jumlah importer terdaftar, pihaknya juga telah memperbarui perizinan impor pada semester kedua. Pendaftaran impor hortikultura di tengah tahun kedua dimulai pada 29-31 Mei 2013 dengan menggunakan sistem satu atap secara online.
Bachrul berkata, urutan perizinannya tetap sama dengan semester lalu. Yakni, pengurusan IT ada pada pengawasan Kemendag, lalu surat Rekomendasi Izin Produk Hortikultura (RIPH) di Kementan, dan Surat Persetujuan Impor (SPI) di Kemendag.
“Tapi importer tidak perlu bolak balik dari satu kementerian ke kementerian lain karena prosesnya online, bisa dikerjakan dimana pun. Importer juga bisa memantau sampai di mana dokumennya, sehingga sangat transparan,” paparnya.
Sistem online itu, lanjut Bachrul, tergabung dalam situs Inatrade Kemendag yang telah terhubung dengan Badan Karantina dan Bea Cukai. Sehingga, pengurusan izin impor yang dulunya memerlukan waktu lebih dari dua pekan, sekarang bisa dipersingkat sekitar sembilan hari.
Bachrul menambahkan, hingga Jumat (31/5) jumlah perusahaan hortikultura yang mendaftar di Inatrade mencapai 71 perusahaan. Dia mengimbau kepada importer yang tidak memenuhi syarat agar sadar diri untuk tidak mendaftar. ”Sadar diri saja biar tidak memeperlambat kinerja.
Percuma ngotot mendaftar lalu terdeteksi oleh tim surveyor independen jika tidak memenuhi syarat,” katanya. (uma/sof/jpnn)