Kasus-kasus yang menyangkut hak asasi manusia (HAM) di Indonesia sudah hampir tak ada lagi pascareformasi. Jika pun ada laporan ke Komnas HAM, pembuktiannya di pengadilan masih mengambang karena lebih cocok di pengadilan negeri atau pengadilan biasa. Pengadilan HAM merupakan jenis pengadilan yang khusus untuk mengadili kejahatan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan. Jelas sebuah pengadilan yang berbeda.
Pengadilan ini dikatakan khusus karena dari segi penamaan bentuk pengadilannya sudah secara spesifik menggunakan istilah pengadilan HAM. Kewenangan pengadilan ini juga mengadili perkara-perkara tertentu. Istilah pengadilan HAM sering dipertentangkan dengan istilah peradilan pidana karena memang pada hakekatnya kejahatan yang merupakan kewenangan pengadilan HAM juga merupakan perbuatan pidana. UU No. 26 Tahun 2000 yang menjadi landasan berdirinya pengadilan HAM ini mengatur tentang beberapa kekhususan atau pengaturan yang berbeda dengan pengaturan dalam hukum acara pidana. Pengaturan yang berbeda atau khusus ini mulai sejak tahap penyelidikan, di mana yang berwenang adalah Komnas HAM sampai pengaturan tentang majelis hakim yang komposisinya berbeda denga pengadilan pidana biasa. Dalam pengadilan HAM ini komposisi hakim adalah lima orang yang mewajibkan tiga orang di antaranya adalah hakim ad hoc.
Pengaturan yang sifatnya khusus ini didasarkan atas kerakteristik kejahatan yang sifatnya extraordinary sehingga memerlukan pengaturan dan mekanisme yang seharusnya juga sifatnya khusus. Harapan atas adanya pengaturan yang sifatnya khusus ini adalah dapat berjalannya proses peradilan terhadap kasus-kasus pelanggaran HAM yang berat secara kompeten dan fair. Efek yang lebih jauh adalah putusnya rantai impunity atas pelaku pelanggaran HAM yang berat dan bagi korban, adanya pengadilan HAM akan mengupayakan adanya keadilan bagi mereka.
Buku ini memaparkan tentang aspek kelembagaan dan kebijakan hukum dari Pengadilan Hak Asasi Manusia di Indonesia. Kebijakan yang termuat dalam UU No 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM telah mengakomodasikan keberlakuan hukum pidana yang bersifat retroaktif. Suatu asas yang dalam dunia hukum pidana menimbulkan banyak perdebatan. Tulisan ini mengupas persoalan kelembagaan dan kebijakan pada pengadilan HAM tersebut. Sebuah buku yang perlu didalami pegiat hukum dan pejuang HAM.***