OLEH NAFIAH AL MARAB

Majelis Subuh di Penjara Tipikor

Buku | Minggu, 20 Desember 2015 - 01:00 WIB

Majelis Subuh di Penjara Tipikor

Saat para pimpinan KPK mengumumkan nama-nama tersangka di Jumat keramat, maka siapapun yang tersebut namanya akan langsung dihujat publik. Tanpa peduli bagaimanapun dan apapun yang telah dilakukan seorang tokoh bersangkutan sebelum penetapan itu terjadi. Lalu hiruk-pikuk persidangan akhirnya mengantarkan satu per satu nama-nama politisi papan atas di Indonesia ke penjara. Sebut saja misalnya Andi Malarangeng, Luthfi Hasan Ishaq, Anas Urbaningrum, Nazaruddin, Rudi Rubiandini dan seterusnya. Nama-nama tersebut merupakan deretan nama orang-orang pintar yang akhirnya harus masuk ke penjara karena dakwaan rasuah. Entah benar entah salah sangkaan itu, entah adil entah tidak. Namun orang-orang pintar itu akhirnya berkumpul di sebuah penjara yang sudah ada sejak zaman penjajahan. Itulah Penjara Sukamiskin.

Banyak orang berpikir ketika sudah masuk penjara maka akan terhentilah aktivitas kehidupan. Namun para tokoh tetaplah menjadi tokoh. Para ustaz tetaplah menjadi ustaz, di manapun mereka berada. Tak terkecuali di penjara. Orang-orang hebat di atas, dalam heningnya suara pemberitaan di media, ternyata mampu hidup dengan penuh semangat di dalam penjara. Tokoh-tokoh itu bahkan bisa tertawa dan saling bersahabat satu sama lain. Saat di luar penjara, mereka adalah lawan politik, namun saat berada di penjara, mereka menjadi para sahabat yang saling berbagi ilmu, ada yang menjadi guru dan ada yang menjadi murid. Mereka berdiskusi banyak hal. Diskusi blak-blakan dan jujur satu sama lain. Mereka tertawa dan saling belajar. Bahkan yang menjadi ustaz di luar penjara seperti Luthfi Hasan Ishaq, di dalam penjara tetap menjadi guru bagi para tahanan lain. Tempat berbagi cerita, konsultasi agama yang jujur saja, para tahanan itu mengaku beruntung bisa masuk penjara karena akhirnya bertemu dengan orang-orang hebat di dalam penjara. Mereka tetap berdiskusi memikirkan nasib bangsanya, terlepas apakah masuknya mereka ke dalam penjara atas rekayasa politik ataupun tidak.

Baca Juga :Mengenal Kearifan Budaya Lokal Masyarakat

Para tahanan di Sukamiskin menjadikan subuh sebagai waktu belajar dan diskusi berbagai hal. Inilah yang kemudian dirangkum dan dituliskan secara menyentuh di dalam buku Suatu Subuh di Sukamiskin. Buku ini mengupas sisi lain kehidupan para tahanan di penjara. Majelis subuh adalah tempat berkumpul dan berdiskusinya para tokoh seperti Andi Malarangeng, Luthfi Hasan Ishaq, Anas Urbaningrum, Nazaruddin, Rudi Rubiandini dan sebagainya. Pengakuan jujur para penghuni tahanan terhadap akhlak seorang ustaz seperti Lutfhi Hasan Ishaaq tertuang dalam pernyataan-pernyataan lugas para tokoh nasional di dalam buku ini.

Buku Suatu Subuh di Sukamiskin merangkum dialog, diskusi, komunikasi, konseling, sharing, ceramah, uneg-uneg, nasihat, kajian keagamaan, sosial, politik, seni dan berbagai sisi kehidupan yang dialami para warna. Rangkaian itu yang tertuang dalam Suatu Subuh di Sukamiskin. Dan itu baru yang pertama. Sisi lainnya, adalah bagaimana rangkaian istilah tadi itu dilakoni oleh para narapidana, tahanan, yang umumnya sudah berusia di atas 50-an tahun, dan mereka adalah para pemimpin, para pejabat tinggi, para tokoh, yang tervonis hukuman penjara atas berbagai kasus dengan beragam latar belakangnya masing-masing.  Di usia matang seperti itu, dan saat mengalami ujian menjalani hukuman di lapas, mereka berdialog, berkomunikasi, dan mencari selah untuk saling berbagi sesama.

Banyak para pembaca buku ini yang mengaku tersentuh dengan isi buku. Oleh karena ditulis langsung dari hasil rekaman dengan bahasa-bahasa yang masih original dari tokoh-tokohnya. Membaca buku ini akan membuat kita paham bahwasannya tak semua yang divonis KPK sebagai tersangka itu memang benar-benar orang yang jahat dan pantas dihujat. Beberapa mereka tetap menjadi seorang negarawan meski di dalam penjara. Kita bisa membaca bahasa-bahasa curhatan yang terkadang lucu, membuat kita sedih dan simpati hingga merasa kagum dengan kemuliaan akhlak para penghuni penjara tipikor. Ternyata ada beberapa orang baik yang akhirnya menjadi korban keganasan kondisi perpolitikan.









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook