SEMUA manusia ingin dihargai. Untuk itu, manusia perlu belajar menghargai. Banyak dimensi untuk bisa saling menghargai. Meski semua manusia ingin dihargai, namun tak semua manusia mampu menghargai.
Semua berawal dari kualitas komunikasi yang dilakukan. Bila komunikasi setara, maka muncul saling menghargai, apatah lagi bila komunikasi "level atas" mampu berinteraksi langsung pada "level bawah" dengan kesantunan komunikasi akan lahir menghargai dengan buah kekaguman. Namun, bila komunikasi tak sebanding, maka muncul tidak saling menghargai dan dinilai melecehkan. Komunikasi berkualitas bukan menilai sesama dengan "seonggok materi", namun bagaimana saling menghargai antar sesama.
Menurut KBBI, komunikasi adalah pengiriman dan penerimaan pesan atau berita antara dua orang atau lebih sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami. Komunikasi juga berarti hubungan atau kontak. Pelaksanaan komunikasi bisa dilakukan secara langsung maupun tidak langsung (menggunakan media). Komunikasi adalah suatu kegiatan yang sangat urgen. Melalui komunikasi yang tepat menjadi syarat terjalinnya hubungan sosial yang bermanfaat untuk tercapainya kesepahaman.
Komunikasi terjadi melalui proses. Proses komunikasi dimulai adanya materi pembicaraan yang disampaikan oleh pembicara yang diterima oleh penerima.
Dalam Islam, komunikasi setara dikenal dengan istilah sekufu (setara/setaraf). Istilah sekufu secara umum berarti sesuatu atau seseorang yang sepadan dengan sesuatu atau seseorang lainnya. Adapun maksud sekufu adalah sepadannya seorang, baik agama, kedudukan, pendidikan, kekayaan, status sosial, komunitas, senasib, dan sebagainya.
Dalam konteks budaya (ajaran) komunitas muslim, ketika ingin melamar seorang perempuan, pihak laki-laki akan mengutus orang yang sekufu (selevel) atau langsung kedua orang tuanya menemui keluarga (orang tua) pihak perempuan. Demikian pula dari pihak perempuan akan menyambut kedatangan rombongan pihak laki-laki yang sekufu pula. Tradisi ini menunjukkan saling menghargai antara kedua pihak guna terjadinya komunikasi yang harmonis untuk tercapainya kesepakatan bersama.
Namun, bila utusan kedua belah pihak tidak sekufu, maka ada pihak yang merasa tidak dihargai. Bila hal ini terjadi, maka komunikasi akan mengalami hambatan yang bermuara pada tidak ditemukan kesepakatan yang diharapkan. Demikian besar peranan menjaga komunikasi sekufu. Hal ini tak bisa diremehkan, apalagi dipandang sebelah mata. Acapkali hal sederhana ini kurang diperhatikan, namun pada sisi lain harapan dihargai lebih dominan muncul kepermukaan.
Dalam tradisi budaya masyarakat yang menjunjung tinggi nilai moral, tersimpul pepatah "yang muda disayangi, yang sebaya dihargai, yang tua dihormati". Simbol masyarakat berbudaya tinggi, bijak menempatkan diri bila berkomunikasi agar terjaga saling menghormati. Beda dengan masyarakat berbudaya rendah, tak mampu melihat dan memposisikan diri dalam berkomunikasi.
Arogansi lebih dikedepankan. Terkadang kata terucap bak komunikasi manusia rendahan. Interaksi bagai "raja" mengutus prajurit untuk menghadap menteri menyelesaikan urusan yang dianggapnya sepele. Padahal, bukan kualitas urusan yang harusnya dikaji, namun siapa, posisi dan materi yang akan mau dikomunikasikan. Akibatnya, timbul arogansi untuk menjaga marwah diri dan posisi. Suatu keniscayaan yang tak bisa dipungkiri dan menjadi naluri manusia pada umumnya.
Sungguh, mempertimbangkan mitra berkomunikasi mutlak diperlukan. Bagai khulfaurrasyidin memilih sosok disekitar lingkarannya. Banyak hal yang perlu dikaji sebelum menempatkan sosok yang patut diberi amanah. Bukan sebatas wawasan, keilmuan, moralitas, karakter, tapi sosok futurolog, bahkan kesantunan dalam komunikasi. Sebab, tercapai atau tidaknya tujuan sangat tergantung kualitas komunikasi orang-orang yang mengelilinginya.
Filosofi ikat pinggang perlu dijadikan pedoman. Fungsinya ikat pinggang bukan sebatas mempercatik penampilan, namun lebih dari tugas tersebut. Ikat pinggang harus mampu menjaga tujuan dan harga diri si pemakainya. Bila ikat pinggang memilih "kualitas celana" maka ketika celana yang dipakai dianggap "sepele" ia akan membuka aib si pemakainya. Ikat pinggang seperti ini perlu dipikir ulang untuk gunakan sebagai pengikat celana.
Ada beberapa tingkatan fungsi komunikasi, antara lain, pertama, media menyampaikan gagasan dan pengharapan. Komunikasi langsung untuk mengungkap ide dapat membentuk munculnya simpatik dari penerima ide. Melalui gerak tubuh dan raut wajah memperkuat pengharapan agar ide yang disampaikan dapat diterima secara baik.
Kedua, media mengungkap pesan emosional. Berbagai perasaan yang ada di dalam diri seseorang dapat diungkapkan komunikasi. Emosi ini bisa perasaan senang, cemas, marah, kecewa, gembira, dan lain-lain. Untuk itu, pihak pertama perlu memperlihatkan emosional pengharapan dan simpatik pihak kedua. Bila komunikasi emosional tak mampu memperoleh simpatik, maka komunikasi akan mengalami kendala.
Ketiga, wujud penghargaan dan penghormatan untuk memperoleh hal yang sama. Komunikasi yang setara akan melahirkan penghormatan pada penerima pesan. Hal ini sangat berpengaruh bagi tercapainya tujuan komunikasi.
Ketiga fungsi di atas tentu dapat tercapai tatkala komunikasi dilakukan oleh kedua belah pihak secara setara. Sebab, pihak pertama berkomunikasi dengan pesan "pengharapan" agar penerima komunikasi dapat memenuhi harapannya. Buka sebaliknya, pihak pertama diposisi lebih rendah di banding pihak kedua. Bila hal ini terjadi, maka pesan pengharapan akan sulit dikabulkan. Untuk itu, si pemberi pesan bila tidak setingkat lebih tinggi, mininal setara dengan penerima pesan. Bila hal ini terjadi, maka komunikasi akan lebih efektif.
Lalu, bagaimana kualitas komunikasi yang kita lakukan selama ini? Tentu apa yang dilakukan mempertontonkan kualitas diri dalam berinteraksi. Tingkat kualitas komunikasi yang dapat dilihat dari indikator hasil yang dicapai. Ciptakan komunikasi yang setara dan indah pada sesama, bahkan pada yang level "bawah" sebagaimana diri mengharapkan hal yang sama ketika berkomunikasi serupa.
Wa Allahua'lam bi al-Shawwab.***
*) Prof Dr Samsul Nizar adalah Guru Besar dan Ketua STAIN Bengkalis.