KOTA (RIAUPOS.CO) - SIANG itu, terik matahari menyengat kulit. Temu (75) yang menggunakan singlet, keringat mengalir di tubuhnya, namun itu tidak dirasakan. Saat dihampiri Riau Pos, ia asyik mencabut rerumputan di sekitar kuburan. Meski lelah, raut wajahnya terlihat gembira usai menyelesaikan pekerjaanya dengan bermodalkan sapu lidi dan sekop untuk membersihkan kuburan agar terlihat bersih dan indah.
Temu (75) merupakan seorang perantau dari Pacitan, Jawa Timur. Temu merantau pada tahun 1965 ke Pekanbaru karena dorongan untuk mengubah nasib lebih baik dari kehidupan di desa selama ini. Bermacam-macam pekerjaan telah Temu tekuni, mulai dari menjadi tukang bangunan, jualan sayur mayur hingga menjadi penjaga gudang.
Di usia yang tidak muda lagi, ayah 4 orang anak ini mengaku, bahwa upah yang dia dapat sebesar Rp300 ribu memang terasa berat. Tapi tidak ada raut kesedihan dan kekecewaan yang dirasakannya.
Banyak warga sekitar yang memberikan upah dan sumbangan secara sukarela dan ikhlas kepadanya.
Temu juga mengungkapkan, awal berkerja terkadang ada kejadian mistis yang pernah dirasakanya. ‘’Awal kerja, sempat ada yang memanggil nama saya. Saya lihat sekeliling tidak ada orang, waktu itu saya sedang menggali makam sendirian, ada warga dikebumikan pada malam hari. Awalnya saya berusaha cuek, tetapi saya tidak sanggup dan akhirnya saya tinggalkan makam itu dan berlari ke rumah saya yang di seberang, hingga sarung yang saya gunakan tertinggal di lobang kuburan itu,” kisahnya mengenang waktu itu, sambil tertawa kecil.
Menariknya, setelah kejadian hingga sekarang, Temu tidak pernah merasakan takut lagi.(cr5/ksm)