Kasus Penyakit Kencing Tikus Sebabkan Dua Orang Meninggal

Begini Ceritanya | Rabu, 08 Maret 2023 - 18:18 WIB

Kasus Penyakit Kencing Tikus Sebabkan Dua Orang Meninggal
Ilustrasi, Kasus penyakit kencing tikus. (INTERNET/RADARBROMO.JAWAPOS.COM)

PROBOLINGGO (RIAUPOS.CO) - Penyakit kencing tikus atau Leptospirosis perlu diwaspadai. Sampai awal Maret saja, ditemukan tiga kasus dengan dua orang penderita meninggal dunia di Kabupaten Probolinggo.

Angka tersebut menjadi penyumbang kasus Leptospirosis di Jawa Timur. Dinkes Jatim mencatat, sepanjang Januari–Maret tahun ini ditemukan 249 kasus Leptospirosis di tujuh Kabupaten/Kota di Jawa Timur. Terbanyak di Pacitan ada 204 kasus. Selebihnya, tersebar di Kabupaten dan Kota Probolinggo, Gersik, Lumajang, Tulungagung, dan Sampang.


Dengan cukup tingginya kasus tersebut, Gubernur Jatim Khofifah Indar Prawansa mengeluarkan Surat Edaran (SE) tentang kewaspadaan Leptospirosis ke seluruh daerah. Meski begitu, kasus ini belum menjadi kejadian luar biasa (KLB).

Sekretaris Dinas Kesehatan Kabupaten Probolinggo Mudjoko mengatakan, penting meningkatkan deteksi dini pada penyakit ini. Bila ada ketepatan dan kecepatan deteksi dini, maka kasus ini akan bisa terkendali.

“Kasus-kasus Lepto (Leptospirosis) jika kita ikuti, gejala-gejala awalnya sudah ada. gereges dan panas. Di situlah ketepatan petugas di lapangan (petugas kesehatan) untuk mendeteksi dengan tepat dan cepat. Sehingga, dapat dilakukan pemeriksaan lebih detail,” katanya, Selasa (7/3/2023).

Deteksi dini membuat penanganan bisa tepat. Sehingga, penyakit dapat terkendali.

Adapun pada kasus meninggal, terjadi lantaran kurangnya kecepatan dan ketepatan dalam melakukan deteksi dini. Sehingga, terjadi keparahan pada pasien.

“Yang terjadi (pasien meninggal) itu karena sudah terlambat, sudah empat atau lima hari dan baru terdeteksi. Karena itu, perlu ada dukungan dari warga. Bila ada gejala, cepat lakukan pemeriksaan. Kecolongannya, kadang ada yang menganggap ini kasus biasa, pilek biasa. Akhirnya lambat,” ujarnya.

Tak kalah penting, dalam pengendalian penyakit Leptospirosis adalah pengendalian vektor yaitu tikus. Dan hal ini tidak dapat dilakukan oleh Dinkes sendirian. Perlu seluruh elemen masyarakat untuk mendukung pengendalian vektornya.

“Pengendalian vektor pada tikus ini tak kalah penting. Bukan tikus curut itu lho ya. Tapi, tikus yang bulunya jenggrak-jenggrak. Sebab, tidak semua tikus dapat mengandung Lepto,” terangnya.

Pengendalian dapat dilakukan dengan cara menjaga kebersihan lingkungan sekitar. Utamanya menjaga kebersihan tempat-tempat yang dapat menjadi sarang tikus.

Leptospirosis sendiri terjadi lantaran sesuatu hal yang terkontaminasi bakteri Leptospira interrogans. Ini bisa disebabkan dari urine tikus.

“Dari hal sepele sebenarnya. Ada makanan di rumah, kemudian dikencingin tikus. Kemudian dimakan. Itu sudah bisa terkena Leptospirosis. Kalau penyebaran dari manusia ke sesama manusia belum ditemukan,” ujarnya.

Di Kabupaten Probolinggo, wabah ini sempat menjadi endemis pada 2021. Selama Januari–Maret 2021, ada enam kasus ditemukan. Semuanya berujung meninggal.

“Di Dringu itu endemis, sebab, saat itu banjir ya. Tikus banyak keluar ke permukiman warga. Sehingga, menjadi endemis. Untuk data Leptospirosis tahun 2022, ditemukan 16 kasus dengan lima meninggal dunia,” ujarnya.

Sumber: Radarbromo.jawapos.com

Editor: Eka G Putra









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook