PEKANBARU

Pemuda Peduli Akar Budaya Bangsa dan Pancasila

ALUMNI UNRI | Sabtu, 19 Maret 2016 - 11:38 WIB

Pemuda Peduli Akar Budaya Bangsa dan Pancasila
Supentri SPd MPd (PPKN FKIP 2003)

PEKANBARU (RIAUPOS.CO) - Pancasila adalah dasar negara. Nilai-nilai yang terkandung di dalamnya tak bisa lepas dari masyarakat Indonesia.

Semakin teguh berpegang, semakin jayalah bangsa ini. Di mata Supentri hal itu tergambar jelas. Baginya, pendidikan Pancasila merupakan ujung tombak penentu rasa nasionalisme dan moral bangsa.

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

Maka dari itu, di usia muda, ia sudah mengabdikan diri untuk menularkan ilmu-ilmu akar budaya kepada banyak orang.

‘’Ujung tombaknya memang pendidikan Pancasila. Maka dari itu, sebagai lulusan PPKN, saya merasa bertanggung jawab untuk memperbaiki moral dan memperkokoh pondasi generasi mudah melalui Pancasila,’’ paparnya.

Pria yang dulunya pemalu ini serius mewujudkan tekadnya tersebut. Ia pun memilih mengabdikan diri menjadi dosen di FKIP PPKN Unri.

Di sana kiprahnya tak perlu diragukan lagi. Kemampuan PPKN-nya berhasil membuat mahasiswa-mahasiswa yang menimba ilmu di Prodi tersebut semakin paham akan pentingnya ilmu tersebut sebagai akar budaya.

Berkat keseriusannya, di usia muda ia berhasil dipercaya sebagai Sekretaris Program Studi PPKN. Bahkan, kala itu ia sempat menjadi sektretaris prodi termuda di FKIP.

Tentunya, tanpa dedikasi dan usaha keras dalam memajukan Prodi, hal tersebut takkan bisa terwujud begitu saja.

Ia juga sempat melakukan penelitian mengenai mata pelajaran PPKN di dalam kurikum 2013 dan kurikulum sebelumnya. Dari hasil penemuannya, ternyata kurikulum PPKN lama lebih baik dari yang ada saat ini.

‘’Dulu, di zaman saya SD, belajar PPKN juga berarti belajar tenggang rasa, harga menghargai, tanggung jawab dan lainnya.

Namun kini, porsi untuk materi itu semakin sedikit. Materi saat ini lebih cenderung kepada HAM, demokrasi dan lain sebagainya.

Di sisi lain, memang materi itu bisa membuat siswa pintar dan berani berbicara. Namun di sisi lain jika tidak diiringi dengan materi tenggang rasa dan yang lain, siswa dikhawatikan tak tahu koridor mereka dalam mengungkapkan pendapat,’’ paparnya.

Meski dirinya tak mampu merubah hal tersebut, namun kepada mahasiswanya ia selalu menyampaikan bahwa memberikan pelajaran mengenai nilai-nilai tenggang rasa, sikap terpuji tetap harus diutarakan kepada siswa.

Sebagai guru PPKN, tugas mereka bukan hanya menjelaskan apa yang tersaji di buku saja.

Sebab, jika begitu, nantinya siswa tak mengetahui tentang toleransi dan hal-hal lain yang sebenarnya merupakan akar budaya dan merupakan konsep dasar moral dari masyarakat Indonesia.

‘’Hal ini memang didapatkan siswa secara maksimal dari guru PPKN mereka. Untuk itu, sebagai ujung tombak kita tak ingin calon guru PPKN kita ini membiarkan pengurangan porsi nilai akar budaya tersebut kepada siswa,’’ lanjutnya.

Sebagai pemuda dan pendidik ia berharap nantinya pemerintah bisa mengembalikan nilai-nilai itu ke dalam kurikulum.

Menurutnya, jika dibiarkan, moral generasi penerus bangsa menjadi mudah tergoyahkan. Selain itu, ia juga berharap, ke depan sekolah-sekolah benar-benar konsisten menempatkan guru alumni PPKN untuk mengajar PPKN.

Pasalnya kini tak sedikit guru agama atau guru mata pelajaran lain yang merangkap mengajar PPKN.

‘’Mungkin PPKN dianggap mudah, namun tidak sesepele itu. Jika ingin ilmu PPKN benar-benar masuk kepada siswa, berdayakanlah lulusan PPKN untuk mengajar PPKN. Karena mereka memang mempelajari khusus mengenai bidang tersebut,’’ tedasnya lagi.

Ia berharap, nantinya keberadaan guru guru PPKN dari Unri bisa memperbaiki kondisi moral dan etika generasi penerus bangsa.

Selain itu, mereka juga diharapkan bisa meningkatkan rasa kecintaan siswa kepada bangsa, negara maupun Pancasila.(a)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook