TELUKKUANTAN (RIAUPOS.CO) - Sorak-sorai bergemuruh di sepanjang arena pacu ketika jalur itu sudah berpacu. Dua jalur mendayung sekuat tenaga untuk menjadi yang tercepat. Pacu jalur takkan hilang ditelan zaman. Sampai kapan pun akan diikuti masyarakat Rantau Kuantan di Kuantan Singingi, Riau.
Sulit melangkah ketika jalur sudah berlaga. Sejengkal tanah pun sepertinya tak terlihat dari udara. Semua tertutup langkah dan deru dera suara. Tanpa pandang kasta, semua hiruk pikuk menyatu dalam budaya akbar kedua dunia. Dan tiada satu orang pun yang tidak terperangah kalau jalur sudah berpacu.
Lebih dari 115 tahun tradisi ini tumbuh dan berkembang di masyarakat hingga dikenal di seantaro nusantara. Yang dikenal Festival Pacu Jalur. Ya, semangat kebersamaan di tradisi ini tak pernah hilang hingga menjadi helat budaya yang paling ditunggu-tunggu sepanjang tahun. Pacu jalur boleh dikatakan telah mendunia. Tapi hanya sedikit yang tahu, apa itu pacu jalur? Hanya ada dua kata, tapi sarat akan makna. Pacu adalah adu kecepatan. Sementara, jalur itu maknanya hampir sama dengan sampan, hanya panjangnya yang membuat beda. Sampan atau perahu panjang terbuat dari pohon besar yang panjangnya mencapai 35 meter dengan diameter lebih dari 50 sentimeter.
Jikalau orang luar saja takjubnya dengan budaya jalur ini, bagaimana pula dengan masyarakat Kuansing. Maka dari itu pelaksanaan pacu jalur ini dari tahun ke tahun, harus dilestarikan, seperti selalu memberikan hadiah berupa kerbau, jawi alias sapi, dan peres (hadiah) berupa bendera-bendera atau tonggol kebesaran hadiah yang agung, dan meriam mesiu tetap digunakan sebagai pengiring pertanda pacu dimulai.
Standarisasi jalur harus mengikuti speknya, misalnya model kayu sabatang, tidak boleh disambung dengan papan lembai-lembainya. Semua ornamen harus dipenuhi, tukang onjai, timbo ruang, tukang kabiar, tukang tari, karena semua itu ada maknanya. Untuk mengantisipasi kayu yang sudah punah ranah, ini juga perlu dipikirkan bersama, karena amat penting bagaimana mempertahankan budaya ini agar tetap alami dan tradisonal.
Seiring perkembangan zaman, pacu jalur telah menjadi salah satu aset budaya nasional yang diharapkan Bupati Kuantan Singingi, Drs H Mursini MSi, tetap eksis sepanjang masa. Tentu, eksistensi budaya ini tergantung dengan ketersediaan bahan baku, seperti kayu, yang bisa didapatkan di hutan belantara yang masih perawan.
“Kalau dulu dalam setahun itu saya ada buat jalur puluhan. Sekarang tak seberapa. Tahun ini saja, saya hanya buat 4 jalur se-Kuansing,” kata Khairun alias Irun, salah seorang tukang jalur di Kuansing kepada Riau Pos, baru-baru ini.
Ukuran kayu yang panjang dan besar dirasakan sulit didapatkan masyarakat Dusun Gelanggang, Desa Pauh Angit Pangean. Untuk itu diperlukan solusi yang melibatkan stakeholder terkait untuk melakukan penghijauan sebagai salah satu langkah menjaga tradisi kebudayaan tersebut.
“Payah cari kayu yang besar dan panjang sekarang,” kata Ketua Jalur Toduang Bakotat Aris kepada wartawan, belum lama ini.
Ya, pacu jalur itu kini memang diambang kepunahan apabila hanya bahan bakunya hanya kayu. Pasalnya, jalur yang terbuat dari kayu besar dan panjang yang berusia puluhan bahkan ratusan tahun itu kian sulit ditemukan di hutan yang ada di Kuansing. Sejalan dengan punahnya hutan, hal itu merupakan sebuah tantangan pelik menghadang dalam upaya pelestarian wisata budaya pacu jalur di masa-masa mendatang.
Sekretaris Daerah Kuansing, Dr H Dianto Mampanini SE MT berharap stakeholder terkait dapat mendukung tradisi asli masyarakat Kuansing ini. Beberapa perusahaan, termasuk RAPP yang selama ini telah berkontribusi dalam mendukung dan menyukseskan ikegiatan pacu jalur. Ia mengucapkan terima kasih kepada RAPP yang rutin menaruh kepeduliaan terhadap pelestarian pacu jalur ini. “Kita harap pacu jalur ini tetap lestari,” katanya.
Setiap pertengahan tahun di Kabupaten Kuantan Singingi, tepatnya sekitar bulan Agustus, kota Telukkuantan selalu diramaikan dengan helat akbar yang menghadirkan banyak orang berkunjung ke Tepian Narosa Telukkuantan yang terletak di jantung kota Telukkuantan. Bahkan orang Kuantan sering mengatakan tahun barunya rakyat Kuantan, dengan menyebutnya dengan istilah tanbaru atau tahun baru.
Pacu jalur, semua masyarakat Kuantan Singingi berpesta pora dengan meriahnya, lebih meriah lagi dari hari raya besar umat Islam di dunia. Bahkan sempat mantan Bupati Kuantan Singingi H Sukarmis mangungkapkan kepada Wakil Presiden HM Jusuf Kalla, pada saat satu abadnya peringatan pacu jalur di Tepian Narosa Telukkuantan, 2006 silam, bahwa ramainya pengunjung pacu jalur ini adalah, merupakan pengunjung teramai nomor dua di dunia setelah Makkah, pada saat menunaikan ibadah haji.(jps/adv)