MENYAMBUT PEMERINTAHAN JOKOWI-MA’RUF

Kasus HAM Berat Mangkrak, Jokowi-Ma’ruf Diminta Prioritas Selesaikan

Advertorial | Minggu, 20 Oktober 2019 - 22:06 WIB

Kasus HAM Berat Mangkrak, Jokowi-Ma’ruf Diminta Prioritas Selesaikan
Direktur Imparsial, Al Araf mengharapkan pemerintahan Jokowi-Ma’ruf untuk masa periode 2019-2024 dapat memprioritaskan penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat. (Raka Denny/ Jawa Pos)

JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- Bertepatan hari pelantikannya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) memasuki masa pemerintahannya di periode kedua pada Minggu (20/10) ini. Persoalan hak asasi manusia (HAM) harus menjadi prioritas Jokowi dan Wakilnya Ma’ruf Amin dalam masa pemerintahan periode 2019-2024.

Pasalnya, pada periode pertama Jokowi berjanji memprioritaskan isu HAM salah satunya dengan menyelesaikan kasus pelanggaran HAM masa lalu. Namun, janji itu tak terealisasi hingga akhir masa pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla.

Direktur Imparsial, Al Araf mengharapkan pemerintahan Jokowi-Ma’ruf untuk masa periode 2019-2024 dapat memprioritaskan penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat. Terlebih dalam janji prioritas Nawa Cita pun telah terbesit terkait agenda penyelesaian pelanggaran HAM berat.

“Dengan tidak diselesaikannya kasus-kasus pelanggaran HAM tersebut, maka hal ini tentu akan menjadi impunitas, sementara impunitas sendiri sesungguhnya merupakan sebuah kejahatan,” kata Al Araf kepada JawaPos.com, Jumat (18/10).

Al Araf pun merinci sejumlah kasus HAM masa lalu yang gagal diselesaikan Jokowi pada periode pertama. Kasus-kasus tersebut di antaranya seperti kasus penghilangan aktivis dalam rentang 1996-1998, Tragedi Semanggi I dan Semanggi II pada 1998, kasus pembunuhan massal dan penghilangan orang medio 1965-1966, pembunuhan dan penembakan di Tanjung Priok 1984.

Selanjutnya ada kejahatan kemanusiaan Aceh sejak 1976 – 2004, penembakan misterius (Petrus) rentang waktu 1982-1985, Talangsari 1989, Tragedi Wasior dan Wamena pada 2000, kasus pembunuhan aktivis HAM Munir Said Thalib pada tahun 2004, serta kasus-kasus pelanggaran HAM lainnya.

Oleh karenanya, Al Araf menegaskan sebagai kepala negara, Jokowi harus mampu mempunyai sikap tegas untuk dapat menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM. Terlebih, kasus tersebut telah berlarut-larut hingga pergantian sejumlah kepala negara belum juga terselesaikan.

“Negara tidak boleh lari dan menutup mata dari persoalan kasus pelanggaran HAM yang hingga kini belum tuntas penyelesaiannya,” harap Al Araf.

Selain itu, Imparsial pun mengaharapkan agar Jokowi tidak lagi memilih menteri yang mempunyai latar belakang terkait kasus-kasus pelanggaran HAM. Al Araf pun mendesak Jokowi untuk memilih menteri yang bebas dari kasus pelanggaran HAM berat masa lalu.

“Hal itu tentu menambah luka dan menggerus rasa keadilan bagi korban, dimana penyelesaian kasus pelanggaran HAM tidak kunjung tuntas,” terang Al Araf.

Apalagi, lanjut Al Araf, menteri itu kini bertanggung jawab untuk mengurus dan menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu. Pada titik ini, Al Araf menilai pemerintahan Jokowi mengalami kemunduran terkait isu penegakkan HAM.

“Tidak mengangkat orang-orang yang diduga kuat terlibat atau bertanggungjawab atas kasus pelanggaran HAM berat menjadi menteri atau menduduki jabatan maupun posisi strategis di pemerintahan,” tegasnya.

Senada pun dilontarkan oleh Deputi Direktur Indonesia Legal Roundtable (ILR) Erwin Natosmal Oemar. Erwin mengharapkan pembantu Jokowi pada pemerintahan periode kedua harus kalangan profesional terlebih menempati posisi-posisi yang membawahi penegakkan hukum.

Erwin pun menyebut, isu penegakkan hukum selaras dengan kemajuan ekonomi. Dia menilai, fokus penyelesaian kasus pelanggaran HAM pun harus menjadi prioritas pemerintah Jokowi-Ma’ruf.

“Jokowi harus sadar bahwa pertumbuhan ekonomi tanpa penguatan hukum hanya akan menimbulkan ilusi dan ketimpangan sosial yang tinggi,” tegas Erwin.

Oleh karena itu, Erwin pun mengharapkan beberapa regulasi yang memastikan perlindungan HAM seperti perlindungan masyarakat adat, perlindungan data pribadi, dan peradilan militer ke depan perlu menjadi agenda priorotas pemerintahan Jokowi pada periode kedua.

Regulasi itu, kata Erwin, bisa dengan mengeluarkan Undang-Undang. Terlebih hingga kini, kata Erwin, janji penyelesaian kasus pelanggaran HAM belum sama sekali terselesaikan pada era Jokowi periode pertama.

“Dalam lima tahun belakang, tidak ada satu pun kasus-kasus pelanggaran HAM berat yang terselesaikan. Bahkan sebaliknya, kasus-kasus pelanggaran HAM malah meningkat di masa Jokowi,” sesal Erwin.

Oleh karenanya, Erwin pun mengharapkan agar pemerintahan Jokowi-Ma’ruf ke depan bisa memprioritaskan isu-isu permasalahan HAM. “Penguatan perlindungan terhadap masyarakat itu idealnya diatur oleh regulasi setingkat Undang-Undang,” pungkasnya.
Sumber: Jawapos.com
Editor: Erizal
 









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook