Kejari Taja Diskusi Pencegahan Paham Radikal

Advertorial | Jumat, 20 Juli 2018 - 18:00 WIB

Kejari Taja Diskusi Pencegahan Paham Radikal
FOTO BERSAMA: Kajari Inhil Susilo dan istri dan Bupati Inhil HM Wardan beserta istri foto bersama Nasir Abbas, narasumber diskusi panel pencegahan paham radikalisme di Tembilahan, Kamis (19/7/2018).

INHIL(RIAUPOS.CO) - Bersempena memperingati Hari Bakti Adhiyaksa ke-58, Kejaksaan Negeri (Kejari) Indragiri Hilir (Inhil) menaja diskusi panel pencegahan paham radikal, Kamis (18/7).

Dalam kegiatan ini, Kejari Inhil mendatangkan narasumber dari mantan teroris, Nasir Abbas. Sedangkan peserta terdiri dari pelajar, mahasiswa, ormas dan kalangan pegawai.

Nasir Abbas yang juga merupakan guru Imam Samudra mengatakan bahwa Pancasila adalah dasar negara Indonesia. Tak satupun sila yang ada di dalamnya bertentangan dengan Alquran.

‘’Jadi kalau ada yang menanyakan mana tinggi Alquran dengan Pancasila, itu pertanyaanya yang salah. Alquran tak bisa dibandingkan dengan Pancasila, karena konteknya berbeda,” kata Nasir Abbas.

Sebagai mantan seorang teroris, dia mengajak seluruh peserta yang hadir untuk mengamalkan Pancasila sebagai kontek pembangunan dalam mempererat persatuan maupun kesatuan bangsa.

Dia mengakui bahwa pemahaman teroris cukup sempit baik terhadap Pancasila maupun Alquran. Maka dari itu dia merasa bersyukur dapat ditangkap dan dijebloskan ke penjara. Dari sanalah dia dapat memahami Islam yang sebenarnya.

‘’Membunuh lawan dimanapun berada dibenarkan Alquran. Tapi dalam medan perperangan, tidak mereka yang ada di pantai ataupun di hotel saat sedang sarapan,” tegasnya.

Sementara itu Kajari Inhil Susilo dalam pemaparannya mengatakan, terosris merupakan kejahatan yang perlu di tumpas. Penumpasan harus hingga sampai ke akar dan tempat-tempat lahirnya doktrin radikal.

Selama ini dia melihat penumpasan teroris ibarat membasmi nyamuk yang kelihatan terbang dimana-mana. Tapi alangkah baiknya, penumpasan nyamuk dimulai dari tempat-tempat di mana nyamuk berkembang.

‘’Kita sepakat bahwa Alquran tidak bisa dibanding-bandingkan dengan Pancasila. Begitu pula Nabi Muhammad dengan presiden. Nabi Muhammad, lebih banyak berbicara kepentingan akhirat. Sedangkan presiden, pemimpin sebuah negara,” imbuhnya.

Diskusi berlangsung cukup menarik, apalagi setelah pembawa acara Titin Triana, membuka kesempatan kepada untuk menyampaikan beberapa pertanyaan seputar topik diskusi. Hanpir semua peserta mengacungkan tangan untuk bertanya.

Hanya saja tidak semua dapat diakomodir, karena keterbatasan waktu.(adv)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook