BAGANSIAPIAPI (RIAUPOS.CO) - Beberapa kebijakan pusat mendapat kritikan dari Bupati Rokan Hilir H Suyatno karena terkesan dapat membatasi derap pembangunan di daerah.
Sebagai misal adalah pemungutan pajak penghasilan dari sektor perkebunan yang dikelola oleh pusat.
"Itu kalaulah diambil oleh daerah, waduh luar biasa sekali. Saya yakin di Rohil ini tak ada lagi jalan hotmix tapi rigit semua karena terdapat ratusan ribu hektare lahan kebun baik swasta perusahaan maupun perorangan," kata mantan Camat Bagan Sinembah ini.
Bupati berandai, jika pemungutan retribusi perkebunan dikelola daerah, tidak lagi memiliki ketergantungan tinggi dengan dana bagi hasil minyak.
"Tapi seperti kami tahu daerah tak boleh memungut, begitu juga pajak hasil laut," kata Suyatno.
Keadaan itu dianalogikan seperti kondisi lama, yakni "kepala lepas tapi ekor terikat".
"Akibatnya tak bergarit (bergerak), pemerintah harusnya bisa komit kalau otda diberlakukan ya jangan setengah-setengah. Jika memang otonomi ya berikan daerah mengurus rumah tangganya," ujar mantan wabup dua periode ini.
Bupati mengeluarkan unek-unek ini dihadapan tokoh nasional Mahfud MD yang datang ke Bagansiapiapi, Bangko untuk hadiri pengukuhan pengurus KAHMI Rohil periode 2015-2020.
Dalam kesempatan itu, bupati mengemukakan contoh lain, bahwa kebijakan pusat kadang tak memahami kondisi riil di daerah.
Pemkab Rohil, katanya, sejak lama ingin membangun jalan lintas Rohil-Dumai dari wilayah Kecamatan Sinaboi. Jika terealisasi dapat menjadi akses yang lebih dekat dengan jarak tempuh diperkirakan hanya setengah jam saja, sedangkan saat ini jika ingin ke Dumai diperlukan waktu 2,5 jam lebih.
"Pemkab mau buka jalan lintas Sinaboi-Dumai panjangnya hanya 33 km saja tapi sampai sekarang masih jadi kendala dikarenakan wilayah itu masuk HPH sebuah perusahaan. Kok bisa kami tunduk dengan perusahaan," keluhnya.
Jika sudah begitu, sambung bupati, bagaimana daerah bisa berkembang maju karena tak kunjung ada titik temu menyangkut pembangunan jalan penghubung tersebut. (fad/adv/pemkab)