PADANG (RIAUPOS.CO) - Sumatera Barat masuk dalam 10 peringkat tertinggi kasus HIV/AIDS di Indonesia pada 2015. Meski secara nasional kasus HIV cenderung menurun, namun kondisi di Sumbar meningkat tajam.
Secara kumulatif, angka kasus HIV jauh meningkat. Dari 2003-2015, sekitar 1.200 kasus yang ditemukan, 850 di antaranya adalah laki-laki. Sedangkan untuk pasien yang telah mengkonsumsi obat ARV sudah mencapai 500 lebih di mana 200 di antaranya meninggal akibat keterlambatan penanganan.
Kasus baru HIV rata-rata per bulannya bisa mencapai 20 hingga 40 orang. Sementara dua tahun sebelumnya penemuan kasus HIV per bulan maksimal hanya lima orang dan sangat sulit untuk didapatkan.
“Jangan sampai ada lagi infeksi baru. Caranya dengan menghilangkan stigma melalui pelayanan bagi penderita HIV. Dengan penyuluhan, sosialisasi ke masyarakat, perguruan tinggi dan sekolah menengah atas, ataupun dengan bantuan media diharapkan dapat menurunkan kembali angka kasus tersebut,” ujar Kepala Instalasi Promosi Kesehatan (Promkes) dan konselor HIV/AIDS, Emma Julita pada peringatan hari HIV/AIDS 2015 di RSUP M Djamil Padang, Senin (7/12).
Emma mengatakan, Promkes RSUP M Djamil Padang bersama tim HIV melaksanakan kegiatan sosialisasi dengan tema Perilaku Sehat Awal Pencegahan HIV/AIDS. Dengan tujuan utama yakni menghilangkan stigma di masyarakat terhadap penderita HIV.
Menurut Emma, dijadikannya siswa dan mahasiswa sebagai target utama sosialisasi dikarenakan kasus seringkali ditemukan di rumah dalam stadium lanjut. Artinya, penularan terjadi 10 hingga 15 tahun lalu, yakni saat penderita HIV masih dalam bangku sekolah atau kuliah. “Yang datang sekarang adalah mereka yang masih di usia muda. Jadi harapannya, mereka tahu lebih dini dan dapat melakukan pencegahan agar tidak terkena HIV,” paparnya.
Emma mengatakan, penyakit HIV dapat diketahui melalui tes atau screening. Melalui metode tersebut, masyarakat yang berpotensi pun dapat mengetahui lebih dini tentang kondisi tubuhnya dan dapat melakukan penanganan lebih awal sebelum masuk stadium lanjut yang lebih berbahaya. “HIV tidak bisa disembuhkan tapi bisa disehatkan. Jadi, ketika mereka dinyatakan positif HIV, mereka bisa mempertahankan keadaan sehat mereka dengan minum obat seumur hidup dan tidak menularkan penyakitnya melalui hubungan seks ataupun hal lain yang berpotensi menularkan,” katanya.
Emma menyatakan, sebelumnya penularan terbanyak di Sumbar adalah melalui narkoba menggunakan jarum suntik. Tapi, penyebaran terbanyak untuk tahun 2015 adalah kepada ibu rumah tangga melalui hubungan seks luar rumah yang dilakukan oleh pihak suami melalui Man Seks Man (MSM) atau lebih dikenal dengan lelaki seks lelaki. “Jadi dia memiliki istri, tampil layaknya pria normal tapi di luar lingkungan rumahnya dia melakukan seks dengan lelaki juga. Ini yang membawa virusnya ke ibu rumah tangga,” katanya lagi. “Rata-rata pasien yang datang merupakan pelaku lelaki seks lelaki, baik yang sudah beristri, maupun di kalangan remaja yang notabennya masih kuliah. Dan ini kami dapatkan dari data konseling karena secara prinsip mereka terbuka kepada konselornya yang sebelumnya telah kami lakukan pembinaan,” paparnya.
Pada umumnya, mereka yang tergolong dalam MSM disebabkan oleh dua faktor, yakni mengikuti tren yang berkembang dan paksaan. Perilaku akibat paksaan atau korban perlakuan seks oleh sesama jenisnya seperti sodomi biasanya terjadi di usia muda.(cr5/mng)