Berjalan-jalan ke suatu tempat, selalu identik dengan membeli beraneka ragam jajanan atau suvenir khas daerah tertentu, baik sebagai oleh-oleh atau pun sekadar untuk diri sendiri atau sebagai bukti bahwa pernah mengunjungi suatu tempat tertentu.
(RIAUPOS.CO) Pekanbaru misalnya, oleh-oleh khas memang lebih kental dengan makanan asal kabupaten. Seperti lapek bugi yang berasal dari Kampar, bolu kemojo atau roti kering asal Siak. Mencari oleh-oleh pernak-pernik atau suvenir khas Riau di pasar-pasar juga bukan hal yang mudah.
Sebuah sepeda ontel lengkap dengan keranjang di boncengannya menyapa pengunjung ketika sampai di lantai dua, di sebuah gerai Jalan Sudirman. Sebuah peti kayu yang memiliki kesan antik terbuka lebar, di dalamnya terdapat sandal batik khas Riau. Puluhan pensil dengan hiasan ornamen pengantin khas Riau tertumpuk dalam sebuah bakul. Di sampingnya terdapat bakul lain yang dipenuhi oleh tempat pena dengan corak batik Riau, ada juga dompet kecil bertuliskan Pekanbaru, Riau.
Di salah satu rak kayu terdapat nampan yang di dalamnya berisi gantungan-gantungan kunci khas Riau. Puluhan stoples berjejer lengkap dengan hiasan yang identik dengan Melayu. Bunga-bunga dari kain diletakkan di pot, kain untuk membuatnya pun penuh dengan gaya Melayu Riau.
Gerai ini milik seorang perempuan paruh baya Rani Izzul Makarimi. Memulai usaha lebih dari 14 tahun dengan membawa ciri khas Riau. Kendati Rani tidak berasal dari Suku Melayu, namun ia menganut pepatah lama, ‘’Di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung”.
Awalnya perempuan asal Pekalongan ini memulai usaha ketika ia sudah menikah, membawa batik Jawa ke Riau. Di tahun pertamanya, bukan batik Riau yang Rani kenalkan ke masyarakat, melainkan batik Jawa.
Rani bercerita ia melihat peluang besar untuk memulai bisnis batik, kemudian tahun-tahun berikutnya ia mengembangkan batik riau dan memperkenalkannya ke masyarakat luas.
Sekitar lima tahun lalu, Rani memulai bisnis di bidang suvenir. Tetap dengan mempertahankan ciri khas Riau di semua produk yang dijualnya. Ia menyadari di Pekanbaru sendiri bukan lah hal mudah untuk menemukan oleh-oleh khas Pekanbaru atau Riau, sehingga ia ingin menjadikan hal tersebut sebagai peluang bisnis. ‘’Mungkin karena Pekanbaru itu kan bukan kota wisata, jadi yang jual suvenir tidak banyak,’’ ungkapnya, baru-baru ini.
‘’Yang menjual batik Riau di sini belum banyak. Bisnis ini bisa menjadi tujuan wisata lain. Kenapa tidak menyediakan batik dan suvenir, ada tempat dan kesempatan. Ya sudah saya manfaatkan,’’ tambah Rani.
Perempuan lulusan Ekonomi Pertanian ini mengaku, ia dibesarkan dari keluarga yang tidak jauh dari kegiatan membatik. Bahkan ketika Rani kuliah, ia juga sempat berjualan batik. Ia merasa dibesarkan oleh batik, kini Rani ingin menjadi besar dengan batik.
"Dari kecil sudah diajarkan berdagang, dulu ketika kuliah di Jogja saya jualan batik. Orang tua saya membatik, saya dibesarkan dari batik, kenapa tidak menjadi besar dengan batik?’’ kata Rani.
Saat ini, Rani telah membuka gerai di empat tempat di Kota Pekanbaru. Gerai pertamanya berada di Jalan Hang Tuah, sedangkan gerai lain berada di Jalan Sudirman, Lobby Hotel Grand Elite dan yang terbaru di Kulim.
Untuk suvenir yang dijualnya, Rani mematok harga dari Rp12.500. Dari pensil, gantungan kunci, tempelan kulkas, stoples, tempat tisu dan lain-lain. ‘’Harga cukup terjangkau,’’ kata Rani.
Sedangkan untuk batik Riau, Rani memasang harga yang juga bervariasi dari Rp260 ribu per potong hingg Rp6 juta. Batik yang diproduksinya merupakan batik cap dan tulis. Baik batik mau pun suvenir, Rani mengakui jika rumah produksinya berada di Jawa Tengah. Awalnya ia memperkerjakan penyandang disabilitas untuk membantunya memproduksi berbagai pernak-pernik untuk dijual.
‘’Yang mengerjakan anak-anak disabilitas dalam fisiknya, tapi mereka punya keahlian, tekad dan semangat. Kami bina anak-anak itu dan alhamdulillah sekarang mereka bisa produksi untuk diri sendiri,’’ ujar Rani.
Bercerita tentang usaha tentu saja Rani tak lepas dengan yang namanya kendala. Ada banyak kendala yang harus ia hadapi dalam menjalankan bisnis, kendati demikian Rani menganggap semua itu adalah tantangan. ‘’Kendala banyak sekali, masalah penjualan yang tidak sesuai target. Memperkenalkannya pun tidak mudah, barang kita ditiru dan dijiplak orang. Tapi itu adalah tantangan bukan kendala,’’ ucapnya.(*2)
Laporan Marrio Kisaz, Kota
Editor : Rindra Yasin